437 research outputs found

    Analisis Pencapaian Target dan Realisasi Kredit Mikro di Indonesia

    Full text link
    Kebijakan yang di terapkan pemerintah dimaksudkan untuk mendorong perekonomian kepada kondisi yang diharapkan. Upaya meningkatan pertumbuhan ekonomi nasional, pemerintah berusaha menciptakan suasana ekonomi yang kondusif dengan memberikan kepada pelaku usaha kemudahan bagi mereka untuk mengembangkan bisnisnya. Hal tersebut mengantarkan kepada pengelola negara untuk memperhatikan secara serius pada usaha berskala mikro. Penelitian ini bertujuan menganalisis tentang; Pencapaian Target dan Realisasi Kredit Mikro di Indonesia, hal ini dilakukan untuk mengetahui tingkat keefektifan bank-bank umum di Indonesia dalam memberikan kredit mikro pada masyarakat. Data yang digunakan adalah data sekunder mengenai target realisasi kredit mikro dan jumlah realisasi kredit yang berhasil disalurkan kepada masyarakat periode tahun 2007-2011. Metode analisis yang digunakan Analisis trend. Hasil penelitian menunjukan terjadi fluktuasi pada realisasi kredit mikro pada bank umum di Indonesia sejak tahun 2007-2011. Kata kunci: target, realisasi, kredit mikro

    Pengaruh Penambahan Gula dan Sari Buah terhadap Kualitas Minuman Serbuk Daging Buah Pala

    Full text link
    Daging buah pala (Myristica fragrans Houtt) merupakan bagian dari buah pala yang beratnya sekitar 70% dari berat utuh, dan telah dimanfaatkan menjadi berbagai macam produk makanan.Tujuan penelitian ini ialah memanfaatkan daging buah pala untuk pembuatan serbuk instan dan mendapatkan formulasi minuman serbuk instan daging buah pala. Penelitian menggunakan metode percobaan dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan perlakuan penambahan gula 90%, sari buah pala 10%; gula 80%: sari buah pala 20%; gula 70%, sari buah 30%; gula 60%; sari buah pala 40%; dan gula 50%: sari buah 50%. Pengamatan dilakukan menggunakan beberapa parameter pada SNI 01-4320-2004 yaitu kadar gula, kadar air, uji mikrobiologi berupa angka lempeng total dan coliform; uji pH, uji kelarutan, serta uji organoleptik terhadap rasa, aroma, dan penampakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan variasi perbandingan penambahan gula dan sari buah memiliki pengaruh yang nyata terhadap kadar pH, kelarutan, dan parameter organoleptik yang meliputi rasa, aroma, dan penampakan, serta tidak memiliki pengaruh nyata terhadap kadar air. Serbuk instan daging buah pala memenuhi syarat mutu SNI 01-4320-2004 untuk parameter kadar air dan parameter mikrobiologi yang meliputi angka lempeng total dan coliform. Perlakuan terbaik didapat pada variasi penambahan gula 60%:sari buah 40% yang menghasilkan serbuk minuman instan dengan kadar gula 84,79%, kadar air 0,4%, kadar abu 0,53%, dan kadar kelarutan 99,89%, dengan uji organoleptik terhadap rasa, aroma, dan penampakan cenderung lebih disukai panelis dengan skor penilaian agak suka

    Housing market dynamics and macroprudential policy

    Full text link
    We perform an analysis to determine how well the introduction of a countercyclical loanto- value (LTV) ratio can reduce household indebtedness and housing price fluctuations compared with a monetary policy rule augmented with house price inflation. To this end, we construct a New Keynesian model in which a fraction of households borrow against the value of their houses and we introduce news shocks on housing demand. We estimate the model with Canadian data using Bayesian methods. We find that the introduction of news shocks can generate a housing market boom-bust cycle, the bust following unrealized expectations on housing demand. Our study also suggests that a countercyclical LTV ratio is a useful policy to reduce the spillover from the housing market to consumption, and to lean against news-driven boom-bust cycles in housing price and credit generated by expectations of future macroeconomic developments

    Patterns and correlates of objectively measured free-living physical activity in adults in rural and urban Cameroon.

    Get PDF
    BACKGROUND: Urbanisation in sub-Saharan Africa is changing lifestyles and raising non-communicable disease burden. Understanding the underlying pattern of physical activity and its correlates may inform preventive interventions. We examined correlates of objectively-measured physical activity in rural and urban Cameroon. METHODS: Participants were 544 adults resident in rural (W-156, M-89) or urban (W-189, M-110) regions. Physical activity was measured using individually-calibrated combined heart rate and movement sensing over seven continuous days. Sociodemographic data were collected by self-report. Independent associations of sociodemographic correlates with physical activity energy expenditure (PAEE) or moderate-to-vigorous physical activity (MVPA) were analysed in multivariate regression models. RESULTS: Rural dwellers were significantly more active than their urban counterparts (PAEE: 58.0 vs 42.9 kJ/kg/day; MVPA: 107 vs 62 min/day; MVPA of 150 min/week in >10 min bouts: 62 vs 39%) and less sedentary (923 vs 1026 min/day); p<0.001. There was no significant seasonal difference (dry vs rainy) in activity in urban dwellers whereas in rural dwellers activity was higher during dry seasons compared to rainy seasons (p<0.001). Age, obesity and education showed significant inverse associations with activity. Urban dwellers who considered themselves adequately active were only as active as rural dwellers who thought they were not adequately active. CONCLUSIONS: This is the first study providing data on sociodemographic patterning of objectively-measured physical activity in rural and urban sub-Saharan Africa. Age, urban residence, obesity and higher educational level are important correlates of lower levels of physical activity. These suggest targets for public health interventions to improve physical activity in Cameroon.This research was supported by the Wellcome Trust (074786/Z/04/Z) and the Medical Research Council Epidemiology Unit (MC_UU_12015/3).This is the final published version. It first appeared at http://jech.bmj.com/content/early/2015/04/03/jech-2014-205154.long

    Pengaruh Konsentrasi Soda Abu Tungku Kopra Asap dan Asap Cair terhadap Kualitas Mi Basah

    Full text link
    Mi merupakan makanan yang dibuat dari tepung terigu dan dikonsumsi secara luas di masyarakat karena harganya yang murah dan pembuatannya mudah. Mi basah mempunyai kadar air tinggi sehingga tidak dapat disimpan lama. Hal ini menjadikan banyak pihak berlaku curang dengan cara menambahkan bahan makanan non pangan seperti boraks atau formalin untuk mendapatkan mi basah yang Kenyal dan memperpanjang masa simpan. Pada penelitian ini, digunakan soda abu tungku kopra asap sebagai bahan pengenyal dan asap cair sebagai bahan pengawet mi basah. Penelitian pertama adalah penambahan larutan soda abu ke dalam adonan mi dengan perlakuan 0, 2, 3, 4, 5 dan 10oBaume untuk kemudian dilanjutkan dengan uji kesukaan. Penambahan soda abu 4oBaume menghasilkan mi basah yang paling disukai. Penelitian dilanjutkan dengan perlakuan penambahan asap cair sebanyak 0% (A), 0,5% (B), 1% (C), 1,5% (D) dan 2% (E). Mi basah yang dihasilkan kemudian diuji kadar protein, kadar abu dan kadar airnya serta uji organoleptik dan cemaran mikrobiologinya selama penyimpanan (hari ke-1, ke-7, ke-14 dan ke-21). Dari hasil pengamatan didapat kadar protein berkisar antara 6,18-7,72%, kadar abu 1,04-1,36% dan kadar air 50,60-55,64%. Dari pengamatan fisik, sampai penyimpanan hari ke-21, mi basah masih Kenyal dan tidak tumbuh jamur yang terlihat. Pada hari ke-21 jumlah ALT berkisar antara 1,59×101-1,09×102 cfu, sedangkan jumlah kapang berkisar antara 7,72×100-2,55×101 cfu, masih lebih kecil dari persyaratan SNI (2406-90) yaitu 1,0×106 dan 1,0×104 cfu. Dapat disimpulkan bahwa penambahan soda abu dan asap cair dapat menghasilkan mi basah yang Kenyal dan memiliki daya simpan lama

    The associations of sedentary time and breaks in sedentary time with 24-hour glycaemic control in type 2 diabetes

    Get PDF
    The aim of this study was to investigate the associations of accelerometer-assessed sedentary time and breaks in sedentary time with 24-h events and duration of hypoglycaemia (7.8 mmol/l) and above target glucose (>9 mmol/l). Thirty-seven participants with type 2 diabetes (age, 62.8 ± 10.5 years; body mass index, 29.6 ± 6.8 kg/m2) in Glasgow, United Kingdom were enrolled between February 2016 and February 2017. Participants wore an activity monitor (activPAL3) recording the time and pattern of sedentary behaviour and a continuous glucose monitoring (CGM, Abbott FreeStyle Libre) for up to 14 days. Linear regression analyses were used to investigate the associations. Participants spent 3.7%, 64.7%, 32.1% and 19.2% of recording h/day in hypoglycaemia, euglycaemia, hyperglycaemia and above target, respectively. There was a negative association between sedentary time and time in euglycaemia (β = -0.44, 95% CI -0.86; -0.03, p = 0.04). There was a trend towards a positive association between sedentary time and time in hyperglycaemia (β = 0.36, 95% CI -0.05; 0.78, p = 0.08). Breaks in sedentary time was associated with higher time in euglycaemia (β = 0.38, 95% CI 0.00; 0.75, p = 0.04). To conclude, in individuals with type 2 diabetes, more time spent in unbroken and continuous sedentary behaviour was associated with poorer glucose control. Conversely, interrupting sedentary time with frequent breaks appears to improve glycaemic control. Therefore, this should be considered as a simple adjunct therapy to improve clinical outcomes in type 2 diabetes

    Autocalibration of accelerometer data for free-living physical activity assessment using local gravity and temperature: an evaluation on four continents.

    Get PDF
    Wearable acceleration sensors are increasingly used for the assessment of free-living physical activity. Acceleration sensor calibration is a potential source of error. This study aims to describe and evaluate an autocalibration method to minimize calibration error using segments within the free-living records (no extra experiments needed). The autocalibration method entailed the extraction of nonmovement periods in the data, for which the measured vector magnitude should ideally be the gravitational acceleration (1 g); this property was used to derive calibration correction factors using an iterative closest-point fitting process. The reduction in calibration error was evaluated in data from four cohorts: UK (n = 921), Kuwait (n = 120), Cameroon (n = 311), and Brazil (n = 200). Our method significantly reduced calibration error in all cohorts (P 0.05). Temperature correction coefficients were highest for the z-axis, e.g., 19.6-mg offset per 5°C. Further, application of the autocalibration method had a significant impact on typical metrics used for describing human physical activity, e.g., in Brazil average wrist acceleration was 0.2 to 51% lower than uncalibrated values depending on metric selection (P < 0.01). The autocalibration method as presented helps reduce the calibration error in wearable acceleration sensor data and improves comparability of physical activity measures across study locations. Temperature ultization seems essential when temperature deviates substantially from the average temperature in the record but not for multiday summary measures.This is the final version of the article. It first appeared from the American Physiological Society via http://dx.doi.org/10.1152/japplphysiol.00421.201

    TINJAUAN HUKUM TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERSEROAN TERBATAS TERHADAP PEMBANGUNAN EKONOMI BERKELANJUTAN

    Get PDF
    Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui dan memahami bagaimana bentuk tanggung jawab sosial dan lingkungan Perseroan Terbatas untuk mewujudkan pembangunan ekonomi berkelanjutan serta untuk mengetahui dan memahami bagaimana akibat hukum dari Perseroan Terbatas yang tidak melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Dengan metode penelitian yuridis normatif, kesimpulan yang didapat: 1. Bentuk tanggung jawab sosial dan lingkungan perseroan terbatas untuk mewujudkan pembangunan ekonomi berkelanjutan adalah dengan tidak merusak lingkungan, memelihara dan menjaga lingkungan, serta turut aktif dalam pembangunan sumber daya manusia dalam berbagai bidang sebagai bentuk pembangunan berkelanjutan sehingga perusahaan memiliki manfaat bagi masyarakat. Praktek dan program tanggungjawab sosial dan lingkungan tidak harus selalu sama dengan perusahaan atau perseroan lain namun tetap harus berpegang pada koridor hukum yang berlaku sebagai upaya dalam melestarikan dan menjaga sumber daya alam agar generasi masa depan masih bisa menikmati dan memiliki sumber daya alam. 2. Akibat hukum atau sanksi terhadap pelanggaran kewajiban tanggung jawab sosial perusahaan adalah Surat Peringatan (SP) atau Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap salah satu atau beberapa oknum karyawan, bahkan sampai pencabutan izin kegiatan pertambangan. Sanksi yang ada hanyalah sanksi administratif dan tidak memberikan efek jera serta sanksi yang kabur sehingga berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum. Kata Kunci : tanggung jawab sosial dan lingkungan perseroan terbata
    corecore