1,443 research outputs found

    SHOPPING MALL DALAM BENTENG VASTENBURG DI SURAKARTA

    Get PDF
    Bangunan kuno adalah bagian dari suatu kota yang memiliki peran penting dalam sejarah sehingga perlu dilestarikan. Pelestarian bangunan peninggalan bersejarah pada masa kini perlu mendapat perhatian sebagai upaya dalam menjabarkan strategi pembangunan yang memiliki identitas. Salah satunya dengan mengadaptasi sesuatu yang lama menjadi bentuk baru yang berfungsi sesuai dengan kebutuhan masa kini. Pelestarian dalam arsitektur yang didalamnya mencakup bangunan lama dan lingkungannya tidak akan berguna apabila bertujuan hanya sekedar untuk pelestarian dan tanpa tujuan lain yaitu yang memberikan keuntungan dari sisi ekonomi. Teknisnya, konservasi bangunan lama membutuhkan biaya perawatan yang tidak sedikit dan akan menjadi sia-sia jika tidak diimbangi dengan pemasukan yang lebih. Untuk menangkal kecenderungan tersebut maka diperlukan upaya memfungsikan kembali bangunan lama yang sudah tidak terpakai menjadi bangunan baru dengan fungsi baru yang bersifat komersial (revitalisasi). Benteng Vastenburg merupakan salah satu peninggalan bersejarah dari kolonialisme Belanda di Indonesia seajak abad ke-16 yang berada di pusat Kota Lama Surakarta. Fungsi dari benteng tersebut sebagai sarana pertahanan sudah tidak sesuai lagi dengan masa sekarang, tetapi keberadaan benteng tersebut tetap harus dijaga karena merupakan rekaman perjalanan sejarah perjuangan bangsa Indonesia menghadapi penindasan penjajah serta erat kaitannya dengan sejarah awal berdirinya Kota Surakarta sebagai salah satu pusat budaya di Jawa Tengah seperti yang tertulis dalam www.suaramerdeka.com ”Yen wis kliwat abad, jiwa kongsi binabad”. Ya, jika sudah separo abad lebih, janganlah dihancurkan. Itulah penggalan pesan pujangga kenamaan Ronggowarsito. Dia mengingatkan semua pihak untuk melestarikan bangunan bersejarah. Hal itu tentu berlaku pula untuk Benteng Vastenburg. Bangunan itu kini dibiarkan tak terurus. Fungsi baru benteng Vastenburg akan diarahkan pada bidang ekonomi yang bersifat komersial dan dapat diwujudkan karena didukung oleh faktor-faktor sebagai berikut : letaknya yang strategis di pusat kota, kebutuhan akan fasilitas umum (perbelanjaan) dan kebijaksanaan peraturan daerah setempat terhadap pelestarian Benteng Vastenburg serta karakter masyarakat Surakarta yang ada. Selain akan tanggap terhadap gerak laju pembangunan yang berlangsung saat ini, usaha ini juga akan menambah Pemasukan Anggaran Daerah (PAD) di Kota Surakarta dari sisi perdagangan. Bentuk baru yang dimaksud dari pengfungsian kembali benteng Vastenburg adalah pusat perbelanjaan atau shopping mall. Salah satu fasilitas perdagangan yang paling banyak diminati masyarakat ini telah berkembang jauh dari fungsi sebenarnya yaitu dari fasilitas yang menyediakan pemenuhan kebutuhan dan keinginan manusia akan barang-barang menjadi sesuatu yang lebih kompleks yaitu sebagai fasilitas yang memberikan hiburan serta menggabungkan keanekaragaman fasilitas-fasilitas yang tersedia untuk memberikan pelayanan pada masyarakat. Shopping Mall dalam Benteng Vastenburg ini nantinya direncanakan dan dirancang dengan menggabungkan arsitektur lokal yang ada di bangunan-bangunan sekitar dan langgam yang sudah ada di benteng Vastenburg sebelumnya. Penggabungan keduanya ini dapat ditemukan di gaya arsitektur Post-Modern, yaitu menyatakan suatu posisi yang belum sampai pada tujuannya yang baru dengan tidak melepaskan semua makna modern-nya. Dari uraian tersebut diatas, di Benteng Vastenburg Surakarta, dibutuhkan suatu bangunan yang bersifat komersial agar kondisi Benteng Vastenburg agar berfungsi kembali. Oleh karena itu, untuk mengatasi permasalahan tersebut diperlukan perencanaan dan perancangan tentang Shopping Mall dalam Benteng Vastenburg di Surakarta dengan penekanan desain Arsitektur Post-Modern, dimana didalamnya terdapat kesinambungan antara masa kini, masa lampau dan masa yang akan datang melalui simbiosis sehingga shopping mall dalam Banteng Vastenburg nantinya dapat mendukung fungsi baru benteng dengan memperhatikan lingkungan dan sekitarnya. 2. TUJUAN DAN SASARAN 1). Tujuan Tujuan pembahasan LP3A ini adalah merencanakan dan merancang suatu fasilitas komersial, yaitu shopping mall dalam Benteng Vastenburg sebagai salah satu upaya pelestarian bagi benteng tersebut dengan mengubah fungsinya sehingga mampu mengikuti laju pembangunan dan perkembangan Kota Surakarta. 2). Sasaran Sasaran yang hendak dicapai adalah menyusun dan merumuskan konsep dasar perencanaan dan perancangan shopping mall dalam Benteng Vastenburg, program dan kapasitas ruang serta mewujudkan dan mengembangkan ide yang berdasar pada kontkes yang ada, baik benteng itu sendiri maupun lingkungan yang ada disekitarnya. 3. LINGKUP PEMBAHASAN Lingkup pembahasan meliputi penekanan pada fungsi baru Benteng Vastenburg yang bersifat komersial yaitu sebagai shopping mall yang ditinjau dari berbagai hal yang berkaitan dengan disiplin ilmu Arsitektur termasuk masalah konservasi atau pelestarian Benteng Vastenburg sebagai salah satu bangunan bersejarah di pusat kota Surakarta. Hal-hal diluar ilmu arsitektur akan dibahas seperlunya sepanjang masih berkaitan dan mendukung masalah utama. 4. METODE PEMBAHASAN Metode yang digunakan dalam penyusunan Landasan Porgram Perencanaan dan Perancangan Arsitektur Shopping Mall dalam Benteng Vastenburg ini menggunakan metode deskriptif, yaitu dengan mengamati dan merekam konteks lingkungan, bangunan di sekitar benteng Vastenburg sertab kebutuhan masyarakat Surakarta sesuai dengan karakternya dipandang dari sudut arsitektural yang semuanya itu mengacu pada pembentukan shopping mall dalam Bneteng Vabstenburg, kemudian dianalisa untuk mendapatkan suatu kesimpulan. Metode ini dilakukan secara menyeluruh dengan menggali dan menganalisis data yang diperoleh, baik data primer maupun sekunder. Data primer diperoleh melalui survey lapangandan wawancara, yaitu dialog langsung dengan pelaku aktivitas mengenai berbagai hal yang berkaitan dengan topik. Data sekunder diperoleh melalui studi literatur yang berkaitan dengan topik. Data sekunder diperoleh melalui stu studi literatur yang berkaitan dengan pusat perbelanjaan dan kondisi lingkungan sekitar Benteng Vastenburg dan dipakai sebagai acuan dalam perencanaan dan perancangan shopping mall. 5. SISTEMATIKA PEMBAHASAN Sistematika pembahasan dalam penyusunan Landasan Program Perencanaan dan Perancangan Arsitektur ini adalah sebagai berikut : Bab I Pendahuluan Menguraikan secara garis besar apa yang menjadi tema utama dalam penyusunan Landasan Program Perencanaan dan Perancangan Arsitektur, dimana meliputi latar belakang, tujuan dan sasaran, lingkup pembahasan, metode pembahasan, sistematika pembahasan dan alur pikir pembahasan. Bab II Tinjauan Pustaka Berisi teori-teori yang digunakan untuk mendukung perencanaan dan perancangan Shopping Mall dalam Benteng Vastenburg mencakup pengertian, fungsi, tujuan, karakteristik non fisik dan fisik shopping mall. Selain itu juga mencakup tinjauan konservasi bangunan bersejarah dan tinjauan penekanan desain Arsitektur Post-Modern. Bab III Tinjauan Benteng Vastenburg di Surakarta Menguraikan tentang kondisi umum Kota Surakarta dan kondisi khusus Benteng Vastenburg serta studi banding yang mendukung proses perencanaan dan perancangan shopping mall dalam benteng Vastenburg Bab IV Batasan dan Anggapan Berisi mengenai batasan dan anggapan akan perencanaan dan perancangan pada shopping mall dalam Benteng Vastenburg yang digunakan sebagai dasar pembahasan berikutnya. Bab V Pendekatan Perencanaan dan Perancangan Menguraikan pendekatan perencanaan shopping mall yang berkaitan dengan pendekatan aspek fungsional, kontekstual, kinerja, teknis, arsitektural serta kelengkapan bangunan. Bab VI Konsep dan Program Perencanaan dan Perancangan Membahas tentang rumusan konsep dan program dasar perencanaan dan dasar eksplorasi perancangan shopping mall dalam Benteng Vastenburg di Surakarta

    Surveillance Management For Secondary Water Cooling Quality Of Rsg Gas

    Get PDF
    SURVEILLANCE MANAGEMENT FOR SECONDARY WATER COOLING QUALITY OF RSG GAS. Surveillance corrosion of carbon steel experiment and bacteria identification of RSG GAS secondary cooling water were carried out. The main objective is to understand the current water quality of secondary cooling water of RSG-GAS from the aspect of corrosion induced by chemicals and bacteria, and confirming procedure for managing the secondary cooling water quality. Methodologies applied are surveillance corrosion, by making carbon steel and stainless steel coupons rack and immersing into the raw water basin and cooling tower basin. The water quality for both basins were done and visual changes of coupen was observed visually. Corrosion rate of carbon steel toward inhibitor was carried out by applying the electrochemical method. The identification of total bacteria and Sulphate Reducing Bacteria were identified by using test kit. The results show visually that the crevice, galvanic and homogeny corrosion with the current water quality easily be observed for carbon steel. The corrosion product seems to be suppressed by the adding of inhibitor. The corrosion rate of 0.13 ± 0.02 and 0.20 ± 0.01 mpy were obtained for 100ppm inhibitor added solutions and purely raw water, respectively. The total bacteria detected are around 107 cfu/ml at the condition when reactor stops operation and without any inhibitor and oxi bio agent added. The oxi bio agent chemical addition suppresses the numbers becomes 103 cfu/ml. The SRB bacteria are detected as >106 cfu/ml at one position and one time without any oxi bio agent added and none detected with oxi bio agent addition. Keywords : surveillance, corrosion, bacteri

    Mekanisme Reaksi Asam Borat Dengan Produk Radiolisis Akibat Radiasi Sinar- Pada Temperatur 25oc

    Get PDF
    MEKANISME REAKSI ASAM BORAT DENGAN PRODUK RADIOLISIS AKIBAT RADIASI SINAR- PADA TEMPERATUR 25OC. Telah dilakukan simulasi yang bertujuan untuk memahami mekanisme reaksi antara asam borat (H3BO3) yang ditambahkan kedalam air pendingin primer PWR dengan produk radiolisis akibat radiasi dengan sinar- pada temperatur 25oC. Simulasi dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak ‘Facsimile\u27 yang berbasis kinetika reaksi yang berkelanjutan. Sebagai masukan adalah set reaksi kimia yang terdiri dari 61 jenis reaksi dengan konstanta kecepatan reaksinya, nilai-G spesi radiolisis akibat radiasi sinar-, laju dosis 10 dan 104 Gy/s, konsentrasi awal oksigen yang berhubungan dengan sistem aerasi (0,25M), deaerasi dan konsentrasi asam borat hingga konsentrasi 1M. Luaran di program berupa seri Perubahan konsentrasi vs waktu iradiasi. Data luaran kemudian diolah menggunakan perangkat pembuat grafik ‘Origin\u27. Validasi dilakukan dengan membandingkannya dengan hasil simulasi sebelumnya. Hasil validasi menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan, sehingga diputuskan bahwa set reaksi sekarang adalah valid. Penambahan asam borat menekan konsentrasi oksigen secara signifikan. Hubungan kenaikan logaritmik penambahan konsentrasi H3BO3 vs produk oksigen menunjukkan hubungan linear yang menurun. Dari hasil simulasi dapat dipahami bahwa penambahan H3BO3 tidak hanya mengatur reaktivitas neutron pada temperatur 25oC tetapi juga memberikan imbas positif didalam menekan konsentrasi produk oksigen yang memegang peran penting di dalam proses korosi

    BENARKAH EQ LEBIH PENTING DARIPADA IQ?

    Get PDF
    Kecerdasan emosional telah banyak mendapat perhatian luar biasa dari berbagai kalangan dan sering dianggap sebagai obat mujarab untuk mengatasi berbagai masalah psikologis dan sosial. Dalam institusi pendidikan maupun organisasi, kecerdasan umum masih merupakan prediktor utama dalam indikator objektif performa pekerja maupun siswa seperti produktivitas dan indeks prestasi kumulatif. Akan tetapi indikator objektif ini bukan sumber tunggal dalam menilai karyawan dan siswa ataupun menentukan keberhasilan mereka. Emosi juga erat kaitannya dengan pencapaian tujuan individu yang bersangkutan. Maka logis apabila kecerdasan emosional dianggap sebagai salah satu penentu dalam kesuksesan, kinerja, dan perilaku adaptif seseorang

    Physical and chemical characteristics of fruits of papaya tree from 'Solo' group commercialized in 4 establishments in Brasília-DF

    Get PDF
    As características físicas e químicas do mamão do grupo 'Solo' comercializado em 4 estabelecimentos de Brasília-DF, foram analisadas durante o período de setembro de 1997 a agosto de 1998. Foram coletados, mensalmente, 15 frutos em cada estabelecimento para determinar a sua qualidade. Frutos de plantas hermafroditas representaram 88% do total. O peso médio variou de 372,2 a 537,1g, sendo maior em junho. O comprimento e o diâmetro médio oscilaram entre 12,4 a 14,5cm e 7,6 a 8,7cm, respectivamente. O grau de maturação dos frutos coletados, na sua maioria, não estava no ponto de consumo. A firmeza da polpa dos frutos oscilou de 0,56 a 1,04 kg/cm2, estando abaixo da firmeza adequada para comercialização. O teor médio de SST variou de 9,9o a 12,50 Brix, sendo mais alto em agosto. O pH oscilou entre 5,20 e 5,71 e foi mais alto em agosto e setembro. A acidez titulável, expressa em ácido cítrico, variou de 0,04 a 0,16%, e a relação SST-AT entre 74,7 e 275,7.The physical and chemical characteristics of papaya from 'Solo' group commercialized in 4 establishments located in Brasilia - DF, were analyzed from September 1997 to August 1998. From each establishment 15 fruits were collected monthly to determine fruit quality. Fruits originated from hermaphrodite plants accounted for 88% of the total. The average fruit weight varied from 372.2 to 537.1 being higher in June. The average size and diameter oscillated from 12.4 to 14.5cm and 7.6 to 8.7cm, respectively. The maturation degree of most collected papaya was not in the consumption stage. The firmness of the fruit pulp ranged from 0.56 to 1.04 kg/cm2 being below the suitable firmness for commercialization. The average oBrix varied from 9.9 to 12.5 being higher in August. The pH value oscillated from 5.20 to 5.71 being higher in August and September. The titratable acidity (TA), expressed as citric acid, varied from 0.04 to 0.16% and oBrix -TA ratio from 74.7 and 275.7

    Quantity and prices of 'prata' banana in the wholesale market of Federal District, São Paulo, Belo Horizonte and Rio de Janeiro in the period of 1995 to 1999

    Get PDF
    A evolução das quantidades e preços médios mensais e anuais da banana-'Prata' comercializada nos entrepostos das CEASAS do Distrito Federal, São Paulo, Belo Horizonte e Rio de Janeiro foi analisada no período de janeiro de 1995 a dezembro de 1999. Os dados foram analisados pelo teste de Tukey, a nível de 5%. A média da quantidade anual comercializada nas CEASAS do DF, SP, BH e RJ foram, respectivamente, de 831; 1.012; 3.101 e 5.597 t no período analisado. A quantidade média anual comercializada variou significativamente em todas as CEASAS. Os preços médios anuais diferiram significativamente, sendo que em todas as CEASAS estes foram maiores em 1995 e menores em 1997. Não houve diferença significativa na quantidade média mensal comercializada apenas na CEAGESP, já o preço médio mensal diferiu significativamente nas CEASAS do DF, SP e BH. O preço médio anual foi maior na CEASA/RJ (R1,01/Kg),quefoi18,8 1,01/Kg), que foi 18,8%; 32,9% e 80,4% superior quando comparado ao preço praticado na CEASA/ DF, CEAGESP e CEASA/BH, respectivamente. _________________________________________________________________________________ ABSTRACTThe variation of the amounts and the annual and monthly average prices of the ' Prata' banana commercialized in the wholesale market (WM) of Federal District (DF), São Paulo (SP), Belo Horizonte (BH) and Rio de Janeiro (RJ) in the period of January of 1995 to December of 1999 were studied. Tukey test at 5% significance was applied to compare the average amounts and prices. The average of annual amount commercialized in the WM of DF, SP, BH and RJ were, respectively, of 831; 1,012; 3,101 and 5,597 tons in the analyzed period. The annual amount commercialized varied significantly in all WM studied. The annual average prices differed significantly, and in all WM these prices were higher in 1995 and lower in 1997. The monthly average amount showed significant difference in the WM of DF, BH and RJ, and the monthly average price not differed in the WM of RJ. The highest annual average price was in the WM of RJ (R 1,01/Kg) and it was 18.8%; 32.9% and 80.4% higher than the price received in the WM of DF, SP and BH, respectively

    Músicos latino-americanos no exílio : Música, deslocamentos e participaçao política

    Get PDF
    Este trabalho faz parte de um projeto de investigação financiado, em sua primeira parte, pelo CNPq, desenvolvido por pesquisadores de várias universidades. Tem por objetivo abordar a história dos músicos exilados durante as ditaduras ocorridas no Brasil, Argentina, Paraguai, Uruguai e Chile, entre as décadas de 1960 e 1980, mediante a análise da filmografia, bibliografia, discografia, documentos oficiais das polícias políticas e serviços de informação, e, principalmente, a partir dos testemunhos dos envolvidos. Sabemos que muitos músicos de renome foram exilados e suas trajetórias foram estudadas ou difundidas pelos meios de comunicação. Contudo, músicos menos conhecidos ou de menor projeção midiática, igualmente foram perseguidos pelas ditaduras de seus países, mas não são suficientemente contemplados pelas pesquisas acadêmicas e pela Imprensa. Alguns foram militantes de organizações de esquerda, outros se exilaram por outros motivos. Partimos da perspectiva de que se torna necessário atentar para a heterogeneidade desses percursos de exílio, a fim de entender os múltiplos caminhos que sua militância percorrem.Instituto de Investigaciones en Humanidades y Ciencias Sociales (IdIHCS

    Biomolecular study of the correlation between papillomatosis of the vulvar vestibule in adolescents and human papillomavirus

    Get PDF
    The main goal of this study was to investigate, through a biomolecular study, the correlation between papillomatosis of the vulvar vestibule and human papillomavirus (HPV) infection, as well as to establish the necessity of treatment. A total of 44 female adolescents between 12 and 18 years of age were selected through a prospective study with a confirmed diagnosis of papillomatosis of the vulvar vestibule. Vulvar biopsies were obtained for the histological and biomolecular detection of HPV DNA through polymerase chain reaction (PCR). Twenty (45%) adolescents were virgins (group A), the other 24 (55%) were sexually active. the virgin adolescents (group A) and 12 sexually active adolescents (group B) did not show cytological and/or colposcopic alteration, suggesting infection by HPV either on the cervix or vagina. These were compared with 12 other sexually active adolescents who showed cervicovaginal infection caused by HPV (group C). Fisher exact test was applied for statistical analysis of the results, considering alpha equal or less than 0.05. There was no statistically significant difference in relation to HPV DNA through PCR among virgin and sexually active adolescents in group B, however, both differed from those in group C (A + B x C: p = 0.048*). the histological study did not reveal evident signs of infection caused by HPV on vestibular papillae, besides perinuclear halos. HPV DNA was detected on vestibular papillae in 27%. Our results confirmed a scarce correlation between vestibular papillae and HPV. Thus, we consider papillomatosis of the vulvar vestibule, in most cases, to be equivalent to physiological papillomatosis and, therefore, should not be treated.Univ Kentucky, Dept Pediat, Lexington, KY USAFac Med Sci, Adolescent Clin Unit, Dept Pediat, Irmandade Santa Casa Misericordia São Paulo, São Paulo, BrazilWeb of Scienc
    corecore