9 research outputs found
PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK BUNGA TELANG (Clitoria Ternatea L.) TERHADAP KUALITAS FROZEN YOGURT DITINJAU DARI ORGANOLEPTIK, WARNA L*a*b*, SPEKTRUM WARNA, DAN OPTICAL MICROSCOPE
Yogurt merupakan produk olahan susu yang
difermentasikan oleh bakteri Lactobacillus bulgaricus dan
Streptococcus thermophillus. Yogurt simbiotik merupakan
fermentasi susu yang mengandung probiotik dan prebiotik yang
dapat meningkatkan daya tahan bakteri probiotik. Bunga telang
(Clitora ternatea) dapat digunakan sebagai minuman probiotik
melalui metode fermentasi. Bunga telang memiliki kelopak
berwarna ungu dan kandungan antosianin yang cukup tinggi
berkisar 22,74 mg/100g sehingga dapat dimanfaatkan sebagai
bahan tambahan pangan. Kandungan antosianin yang terdapat
pada bunga telang dapat memberikan warna pada produk yang
ditambahkan. Frozen yogurt salah satu produk yogurt yang
banyak digemari oleh masyarakat namun memiliki warna yang
kurang menarik, sehingga penambahan ekstrak bunga telang
diharapkan dapat memperkaya nilai gizi dan menambah citarasa
serta warna yang menarik. Oleh karena itu, perlu adanya
penelitian tentang pengaruh penambahan ekstrak bunga telang
terhadap mutu organoleptik, warna L*, a*, b*, spektrum warna
dan optical microscope.vii
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
penambahan ekstrak bunga telang ditinjau dari nilai mutu
organoleptik, warna L*, a*, b*, spektrum warna dan optical
microscope. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember
2022 sampai bulan Februari 2023 yang bertempat di
Laboratorium Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan
Universitas Brawijaya Malang. Materi yang digunakan dalam
penelitian ini adalah frozen yogurt yang dibuat dari susu skim,
bakteri starter, fruktosa dan Carboxy Methyl Cellulose (CMC)
dengan ditambahkan ekstrak bunga telang. Kegunaan penelitian
ini yakni untuk memberikan informasi pada masyarakat
mengenai penambahan ekstrak bunga telang pada frozen yogurt
tentang nilai mutu organoleptik, warna L*, a*, b*, spektrum
warna dan optical microscope.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah percobaan dengan menggunakan Rancangan Acak
Lengkap (RAL) 4 perlakuan dan 6 ulangan. Perlakuan yang
diberikan pada penelitian ini yaitu penambahan ekstrak bunga
telang 0% (P0), penambahan 6% (P1), penambahan 8% (P2),
dan penambahan 10% (P3). Data dianalisis menggunakan
analisis ragam dan jika terdapat perbedaan yang nyata dan
sangat nyata, maka dilanjut dengan menggunakan Uji Jarak
Nyata Duncan (JND).
Hasil penelitian menunjukaan bahwa penambahan
ekstrak bunga telang tidak memberikan pengaruh nyata
terhadap mutu organoleptik dari segi aroma, rasa dan tekstur
(P<0,05), namun penambahan ekstrak bunga telang
memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap mutu
organoleptik warna dan uji warna L*, a*, b*. Rata-rata nilai
mutu organoleptik warna 1,00 - 3,83; aroma 1,00 - 1,03; rasa
3,42 - 3,55; dan tekstur 2,88 - 2,98. Nilai rata-rata pada uji
warna L* 71,34 - 82,09; warna a* -7,50 - -6,43; dan warna b* -
4,84 - -9,77. Spektrume warna memiliki nilai h* rad -0,99 -0,73;
h° -56,65 - 41,55; C* 11,70 - 9,51 dan total perubahan warna
12,51 - 19,35. Pada uji optical microscope penambahan ekstrakviii
bunga telang menyebabkan struktur rongga udara semakin kecil
yang disebabkan kandungan senyawa antosianin berupa
flavonoid dan polivenol yang dapat mencegah terjadinya
oksidasi asam lemak.
Kesimpulan dari penelitian ini yakni penambahan
ekstrak bunga telang sebanyak 10% merupakan perlakuan
terbaik dengan nilai organoleptik warna 3,83, aroma 1,03, rasa
3,55, dan tekstur 2,98, serta warna L* 71,34, a* -7,50, b* -
29,04. Pada spektrum warna menunjukkan nilai rataan h* rad
dan h ° semakin tinggi dan nilai C*semakin rendah
menunjukkan warna yang dihasilkan semakin biru. Pada uji
optical microscope penambahan ekstrak bunga telang
menyebabkan struktur rongga udara semakin kecil. Disarankan
pada pengujian organoleptik menggunakan masa simpan untuk
mengetahui perubahan yang terjadi pada warna, aroma, rasa,
dan tekstur pada frozen yogurt dengan penambahan esktrak
bunga telang 10%
Body mass index and factors related to overweight among women workers in electronic factories in Peninsular Malaysia
Factors related to overweight were examined in a cross-sectional survey that included 1612 women workers from 10 large electronics assembly factories in Peninsular Malaysia. Respondents were Malaysian citizens, direct production workers below the supervisory level, and had worked at least a year in the factory where they were presently employed. Heights and weights were taken to calculate the body mass index (BMI). Weights and BMI increased with increasing age. After adjusting for age, odds ratios for overweight were significantly raised for married women in relation to not married women (OR 1.5, 95% CI=1.15-2.02), lower secondary education in relation to higher than upper secondary education (OR 1.8, 95% CI=1.06-3.14), monthly income RM800-999 (OR 1.7, 95% CI=1.21-2.45) and ≥RM1,000 (OR 1.8, 95% CI=1.23-2.72) in relation to <RM600, working in rotating shifts that included nightshifts (OR 1.6, 95% CI=1.28-2.06), and not staying in hostel (OR 1.4, 95% CI=1.02-1.88). In a logistic regression model with all variables included as covariates, the factors significantly associated with overweight were age, marital status, education, income, and working in rotating shifts. The overall prevalence of overweight was 37.4%; the overall mean BMI was 24.2±5.4 kg/m 2 . Prevalence of overweight and mean BMI for younger age groups were similar to Malay women in the country-wide representative National Health and Morbidity Survey II, but the older age groups in this study had higher overweight prevalence and mean BMI than the national sample. Electronics women workers face a higher risk of overweight, and is an important group for nutrition intervention
Screening biogenic amines and fish-based food (keropok lekor) extracts in induction of inflammation using Principal Component Analysis
Abstract
Background: Food-borne biogenic amines (BAs), namely, histamine, putrescine, cadaverine, tyramine, spermine and spermidine are known for their contributions as fish-based food freshness biomarkers to determine level of contamination. The remaining food–borne BAs (phenylethylamine, tryptamine and agmatine) effects on promoting inflammation are yet to be investigated. The effect of these compounds on induction of inflammation in macrophages was investigated using Principal Component Analysis (PCA) from independent (BAs at 1, 10 and 100 µg/ml, food extract and its standard mixture solution) and dependent variables [cell viability, nitric oxide (NO) and tumor necrosis factor-α (TNF-α) secretion]. Nine individual BAs and keropok lekor extracts were exposed to RAW 264.7 macrophages for 18-24 hr at 37oC with 5% carbon dioxide environment. Cell viability, NO and TNF-α secretion were determined using MTS assay kit, Greiss Reagent System and Enzyme-linked Immunosorbent Assay (ELISA) kits, respectively.
Results: Q2V values were not equal to Q2 (an estimate of the predictive ability of the model) values for individual variables because the eigenvalues values were more than 0.5, indicating a good model. All variance (R2VX) values were > 0.9, suggesting goodness of fit.
Conclusions: PCA is thus proven as an effective tool to discriminate between inflammogenic and non-inflammogenic food-borne BAs.</jats:p
