15 research outputs found
Valorisation of sawdust through the combined microwave-assisted hydrothermal pre-treatment and fermentation using an oleaginous yeast
Oleaginous yeast, cultured on second-generation lignocellulosic resources, has the potential to be a key part of the future energy sector. However, the multiple unit operations necessary to produce concentrated hydrolysates, with a minimum of fermentation inhibitors, limit the applicability to date. In this study, a simple microwave-assisted hydrothermal pre-treatment step of oak or beech sawdust was deployed to produce an oligosaccharide-rich hydrolysate. This was then catabolised by the oleaginous yeast, Metschnikowia pulcherrima, avoiding the need for costly enzymatic or further chemical steps in the processing. Up to 85% of the sawdust’s hemicelluloses could be solubilised under these conditions, and 8 g/L DCW yeast with a 42% lipid content produced. While a number of studies have demonstrated that oleaginous yeasts possess high inhibitor tolerance, using this real lignocellulosic hydrolysate, we demonstrate that lipid production is actually very sensitive to inhibitor and carbon availability, and the optimal system is not the one that gives the highest hydrolysate or cell biomass. Indeed, the yeast was shown to detoxify the inhibitors in the process, but at high inhibitor loading, this leads to very poor lipid production, especially at high furfural levels. These findings clearly highlight the importance of considering multiple variables when real, complex lignocellulosic media are involved, tuning process conditions based on the desired fermentation outcomes
Communication Model of P2TP2A Officer in The Assisting Families Process of Sexual Violence Victims
Kajian Kenyamanan Ruang Terbuka Hijau Lingkungan di Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya.
Ruang Terbuka Hijau di Lingkungan Fakultas Pertanian universitas
Brawijaya diharapkan dapat mengurangi permasalahan lingkungan, terutama
menetralisir peningkatan temperatur yang disebabkan oleh aktivitas manusia.
Ruang Terbuka Hijau terdapatlah unsur penting dalam membentuk lingkungan
yang nyaman dan sehat. Lingkungan menjadi hal yang utama dan paling
diperhatikan dalam meningkatkan Ruang Terbuka Hijau. Ruang Terbuka Hijau
terdapatlah suatu lahan yang bersifat terbuka yang diisi oleh vegetasi guna
memanfaatkan fungsi ekologi sosial dan estetika. Hilangnya Ruang Terbuka Hijau
akan menyebabkan permasalahan lingkungan karena populasi semakin meningkat.
Ruang Terbuka Hijau berfungsi untuk menyerap karbondioksida (CO2). Tujuan
penelitian ini untuk mendapatkan titik tak nyaman yaitu dengan nilai THI > 26
pada satu waktu di lingkungan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya.
Sehingga dapat dijadikan salah satu acuan indikator dalam perbaikan Ruang
Terbuka Hijau (RTH) di lingkungan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya.
THI > 26 dipengaruhi oleh waktu (pagi, siang, dan sore).. Penelitian dilakukan
dengan metode Thermal Humidity Index (THI) melalui pengukuran suhu dan
kelembaban udara.
Penelitian dilakukan selama bulan April-Mei 2020 di Fakultas Pertanian,
Universitas Brawijaya. Terdapat lima lokasi penelitian yaitu Gedung Sentral,
Gedung Sosial Ekonomi, Gazebo Fakultas Pertanian, Gedung Budidaya Pertanian
dan Gedung Tanah Fakultas Pertanian dengan metode analisis data deskriptif
kualitatif. Dalam satu hari pengamatan dilakukan tiga kali pterdapat pagi, siang,
dan sore pukul 07.00 WIB, 12.00 WIB, 17.00 WIB.
Hasil ditemukan bahwa termasuk kategori nyaman karena memiliki THI <
26. Namun, indeks vegetasi pohon rendah karena sebagian besar memiliki jenis
yang sama dan penggunaan lahan parkir di area gedung yang dijadikan penelitian.
ii
Hasil analisis metode THI di 4 lokasi dengan pukul waktu yang berbeda di
Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya menujukkan bahwa pada pukul 07.00
WIB dirata-ratakan tiap jalurnya THI-nya termasuk kategori Nyaman dan juga
pukul 17.00 sedangkan Pukul 12.00 WIB termasuk kategori tidak nyaman. Dapat
disimpulkan titik tak nyaman pada penelitian tersebut berada pada pukul 12.00
WIB.Di karenakan pada waktu tersebut suhunya sangat panas dan sudah termasuk
kategori suhu yang tidak nyaman yaitu >26,7°C dan THI (Thermal Humidity
Index) pada semua lokasi kecuali RTH di Gedung Sentral pada pukul 12.00 WIB
juga termasuk kategori yang tidak nyaman
Analisis Sistem Perawatan Mesin pada Stasiun Giling dengan Menggunakan Metode Total Productive Maintenance (TPM) (Studi Kasus di Pabrik Gula (PG) Kremboong PTPN X Sidoarjo, Jawa Timur)
Gula merupakan komoditas strategis dalam
perekonomian Indonesia karena tergolong dalam kelompok
bahan pokok untuk konsumsi sehari hari. Namun pertumbuhan
kebutuhan konsumsi gula dalam negeri tidak diikuti dengan laju
produksi dari produsen gula yang ada di tanah air. Salah satu
BUMN yang ada di Jawa timur adalah Perseroan Terbatas
Perkebunan Nusantara (PTPN) X dimana salah satu pabriknya
melakukan pengolahan berbasis tebu, yakni di Pabrik Gula (PG)
Kremboong Sidoarjo. Bila performansi suatu mesin dalam
proses produksi tidak berjalan secara optimal akan berdampak
langsung terhadap kualitas dan kuantitas produk serta
menentukan besaran keuntungan ataupun kerugian yang akan
dialami oleh perusahaan. Salah satu mesin yang digunakan
dalam proses pembuatan gula adalah mesin pada stasiun giling.
Metode yang dapat digunakan untuk menganalisis sistem
perawatan mesin adalah Total Productive Maintenance (TPM).
Metode ini digunakan untuk mengidentifikasi performance mesin
pada stasiun giling, mengidentifikasi faktor terbesar yang
mempengaruhi penurunan efektivitas mesin pada stasiun giling
dan memberikan saran perbaikan
Hasil penelitian menunjukan bahwa nilai Overall
Equipment Effectiveness pada mesin giling dalam proses
produksi di Pabrik Gula (PG) Kremboong Sidoarjo telah
memenuhi standar yaitu sebesar 89,8559 %. Temuan faktor
losses terbesar yang mempengaruhi performance mesin giling
adalah quality deffect losses sebesar 51,8318 % dengan time
losses 986865 detik atau 274,1291 jam, breakdown losses
sebesar 26,8719 % dengan time losses 511623 detik atau
142,1175 jam dan reduced speed losses 21,2963 % dengan
time losses 405465 detik atau 112,6291 jam dari keseluruhan
vii
losses yang ada. Nilai indeks evaluasi program 5S dari metode
TPM adalah sebesar 42,5 %. Kriteria penerapan 5S pada (PG)
Kremboong Sidoarjo dikatakan cuku
Pengaruh Induksi Laserpunktur Terhadap Kadar Kalsium (Ca) pada Karapas Lobster Pasir (Panulirus homarus) yang di Identifikasi menggunakan SEM-EDX
Lobster merupakan salah satu komoditas perikanan laut yang memiliki nilai jual yang tinggi yang dipasarkan didalam maupun diluar negeri. Tingginya frekuensi permintaan benih lobster menyebabkan harga benih meningkat secara drastis. Salah satu jenis lobster yang paling dominan yaitu jenis lobster pasir (P. homarus). Jenis lobster pasir ini mencapai hasil tangkapan lebih dari 90%. Salah satu kendala dalam kegiatan budidaya pembesaran lobster adalah rendahnya sintasan benih yang dibudidayakan dan tingginya tingkat kanibalisme. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengoptimalisasi proses pembesaran pada lobster adalah dengan menggunakan laserpunktur. Penggunaan teknologi laserpunktur pada krustasea bertujuan untuk mengoptimalkan kerja organ. Penggunaan laserpunktur pada tangkai mata dapat mempercepat pertumbuhan lobster. Pemberian sinar laser pada tangkai mata akan mempengaruhi kerja organ ‘’X’’ yang terdapat pada organ kompleks kelenjar sinus yang memproduksi Moulth Inhibiting Hormone (MIH) yang merupakan hormon penghambat molting. Pada fase molting lobster akan meninggalkan karapas yang lama sambil menyerap air untuk memperbesar karapas yang baru. Komponen utama penyusun karapas yaitu kalsium yang mempengaruhi proses molting. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh induksi laserpunktur terhadap kadar kalsium (Ca) pada karapas pada lobster pasir (Panulirus homarus) yang di identifikasi menggunakan SEM-EDX. SEM-EDX digunakan untuk mengidentifikasi kadar kalsium (Ca) yang terkandung pada karapas.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2022 sampai Mei 2022 di Balai Pelatihan dan Penyuluhan Perikanan (BPPP) Banyuwangi. Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen dengan menggunakan RAL (Rancangan Acak Lengkap) 3 perlakuan dan 3 ulangan serta kontrol. Perlakuan induksi laserpunktur dilakukan dengan lama penembakan A (4 detik), B (6 detik), C (8 detik) dan K (0 detik) sebagai perlakuan kontrol. Pemeliharaan lobster pasir (P. homarus) dilakukan selama 30 hari dengan pengambilan data pertumbuhan pada awal dan akhir penelitian.
Hasil menunjukkan bahwa karapas lobster pasir (P. homarus) diketahui dominan mengandung kalsium (Ca). Perbedaan lama waktu induksi laserpunktur memberikan pengaruh sangat nyata terhadap perubahan komposisi karapas lobster pasir (P. homarus). Berdasarkan hasil uji ANOVA, kadar kalsium pada karapas lobster pasir (P. homarus) memiliki nilai signifikasi (<0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa perlakuan yang diberikan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar kalsium
ANALISIS PUTUSAN NOMOR 742/PDT.G/2017/PN MDN TENTANAG SENGKETA HARTA GONO-GINI
During the marriage bond, the wife and husband work together for the benefit of married life. Talking about it here is not just about making money but also educating children and meeting children\u27s needs. But the marriage bond does not last forever, after the husband and wife divorce, a joint property is formed. Joint property is the result of divorce. This has become the essence of Article 35 paragraph (1) of Law Number 1 of 1974 concerning Marriage. The formulation of the problem that arises as a result of the dispute is how the panel of judges views it in assessing the case and what are the consequences related to the occurrence of marriage breakups in Indonesia from a legal and justice point of view. This research is juridical-normative in nature, namely tracing laws and regulations related to joint assets and case studies
