117 research outputs found
Pengaruh Terapi Sosiodrama Terhadap Keterampilan Komunikasi Non Verbal Pada Anak Retardasi Mental Ringan Di SLB X Kota Cirebon
Anak dengan retardasi mental mengalami hambatan dan keterbelakangan perkembangan mental jauh dibawah rata-rata sehingga kesulitan dalam melakukan tugas-tugas akademik, komunikasi maupun sosial. Pendekatan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi yang dapat diberikan kepada anak retardasi mental diantaranya adalah terapi bermain. Terapi ini dilakukan dengan cara memberikan pelajaran berhitung, sosiodrama ataupun bermain jual beli. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh komunikasi non verbal dengan sosiodrama pada anak retardasi mental ringan di SLB X Kota Cirebon. Jenis penelitian yang digunakan adalah quasi eksperiment dengan rancangan waktu (time series design). Jumlah sampel sebanyak 21 siswa dipilih secara purposive random sampling. Instrumen yang digunakan berupa lembar observasi. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan komunikasi non verbal dengan terapi sosiodrama pada anak retardasi mental ringan {p= 0,001; α= 0,05}. Kesimpulan dari hasil penelitian bahwa terapi sosiodrama berpengaruh dalam meningkatkan keterampilan komunikasi non verbal pada anak-anak retardasi mental ringan. Saran agar terapi sosiodrama diaplikasikan dalam proses kegiatan belajar di sekolah guna meningkatkan kemampuan komunikasi non verbal anak dengan retardasi mental ringan
Implementasi Open Meetings Menggunakan Raspberry PI sebagai Server
Hasil pengujian menunjukkan bahwa sistem open meetings dapat diimplementasikan pada sebuah perangkat Raspberry PI, di mana Raspberry PI dapat digunakan sebagai server dengan pemanfaatan suatu jaringan secara optimal. Sistem ini juga dapat membantu pengguna dalam melakukan suatu pertemuan dan saling berkomunikasi satu sama lai
PENINGKATAN MANAGEMEN LABORATORIUM SEBAGAI UPAYA MEWUJUDKAN PRASARANA PENDIDIKAN YANG AKTIF DAN BERDAYA GUNA DI SMAN 2 BONE
The laboratory is a place for monitoring, experimenting, practicing and testing the concept of knowledge and technology. Science laboratory management includes planning, organizing, regulating, recording, maintaining, and funding. The function of the science laboratory to improve the quality of student learning depends on the teacher's view of science and learning. The purpose of the activity is to provide training to teachers and laboratory assistants in high schools. The method in carrying out activities offline is the lecture method and question and answer between the presenters and activity participants. The target of this service activity is a high school biology science teacher. The results of the service are that 70% of the participants strongly agree and 30% of the participants agree that the activities regarding laboratory management are in accordance with their needs. For 65% of participants stated strongly agree and 35% of participants agreed that the delivery of material on laboratory management activities can be understood by participants. For 90% of participants stated strongly agree and 10% of participants agreed that the results of the extension activities can be implemented at school. The conclusion of this activity is that this service activity is very much needed by teachers, especially the head of the laboratory and laboratory assistant in improving their competence
Is Agricultural Institutions Affect the Sustainability of Local Adan Rice Farming?
Krayan's main commodity is Adan rice which has received a Geographical Indication Certification (GIS). This rice has high economic value and competitiveness because it is cultivated organically. Therefore, local rice commodities need to be cultivated in a sustainable manner. One dimension of local rice sustainability is the institutional dimension. The institutional dimension is an important for sustainable agricultural development because it plays a supporting role in the success of farming. This study aims to analyze the sustainability of local Adan rice farming on the institutional dimension in Krayan District, Nunukan Regency, Indonesia. This research was completed by using the Multi Dimensional Scaling Method and sample was obtained of 50 respondents. The results showed that the institutional dimension of local Adan rice farming in Krayan District was 58.41 which means the institutional dimension has an affect on the sustainability of Adan rice farming in Krayan sub-district with a quite sustainable status. The results of the analysis of sensitive attributes on the institutional dimension are capital loans from financial institutions (banks or other capital assistance institutions), the existence of cooperative institutions, capital assistance from cooperatives and Membership in indigenous forums. This implies that, considering all sensitive attributes of institutional dimension are important aspect to support the sustainability of local Adan rice farming
Potensi berbagai tanaman familia zingiberaceae sebagai antiviral hepatitis C : Upaya pencairan obat antihepatitis C
Penelitian untuk mengetahui aktivitas anti hepatitis C terhadap beberapa tanaman familia Zingiberaceae telah dilakukan. Ekstrak etanol dari Curcuma domestica (kunyit), Curcuma xanthoriza (temulawak), Kaempferia galanga (kencur), Boesenbergia pandurata ( temu kunci) dan Zingiber o/Jicinale (jahe) diuji secara invitro terhadap virus hepatitis C dan didapatkan hasil yang potensial untuk Curcuma domestica (kunyit) sebesar 13,05 ug/ml, Curcuma xanthoriza (temulawak) sebesar 22,9ug/ml, Kaempferia galanga (kencur)sebesar 17,4uglml, dan Boesenbergia pandurata ( temu kunci) sebesar 16,4 uglml. Sedangkan Zingiber officinale tidak menunjukkan aktivitas yang potensial IC50> 100ug/mi. Penelitian lebih lanjut diperlukan guna mendapatkan senyawa aktif ekstrak etanol dari tanaman yang potensial tersebut dalam upaya pengembangan lebih lanj ut sebagai produk herbal terstanda
KAJIAN KUALITAS DAN POTENSI FORMULA PAKAN KOMPLIT VETUNAIR TERHADAP PERTUMBUHAN PEDET, PRODUKSI DAN KUALITAS AIR SUSU SARI PERAH
Berdasarkan ujicoba tiga jenis pakan komplit yang diberikan pada pedet dan sapi perah produktif,dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut : Pakan komplit Vetunair 0, Vetunair 1, dan Vetunair 2 memiliki potensi dan kualitas yang sama baiknya untuk bisa dijadikan produk komersial yang memenuhi syarat untuk pertumbuhan pedet maupun untuk sapi perah produktif. Pakan komplit Vetunair 0, Vetunair 1, dan Vetunair 2 adalah aman untuk diberikan pada ternak sapi. Pakan komplit Vetunair 0, Vetunair 1 dan Vetunair 2 memberikan perhitungan ekonomis yang tinggi. Pakan Vetunair 0, Vetunair 1 atau Vetunair 2 memberikan prospek kedepan untuk diproduksi dengan batasan titik impas produksi dengan kapasitas sebesar 525 kg/had
Analisis Faktor Risiko Yang Berhubungan Dengan Tingkat Kekambuhan Pasien Sindrom Koroner Akut Di Desa Adat Dan Non Desa Adat Kabupaten Buleleng Provinsi Bali
Sindrom Koroner Akut merupakan kegawatdaruratan jantung yang
memiliki tingkat kekambuhan tinggi. Kekambuhan SKA masih menjadi masalah
baik di negara maju maupun negara berkembang termasuk Indonesia.
Kekambuhan SKA menyebabkan dua per tiga kematian yang terjadi dalam waktu
singkat setelah serangan dan sebelum dirawat di rumah sakit. Hal ini dapat
dicegah dengan pengendalian faktor risiko, khususnya faktor risiko yang dapat
dikontrol dan faktor yang dapat memicu faktor risiko. Faktor risiko yang dapat
dikontrol antara lain: kebiasaan merokok, dislipidemia, hiperglikemia, hipertensi,
obesitas, dan aktivitas, sedangkan faktor yang dapat memicu faktor risiko yaitu
stres, alkohol dan penggunaan bahan bakar padat. Faktor risiko tersebut terkait
dengan kebiasaan adat istiadat di desa adat sehingga peneliti tertarik untuk
mengetahui hubungan faktor risiko dengan tingkat kekambuhan pasien SKA.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis variabel faktor risiko yang
berhubungan dengan tingkat kekambuhan pasien SKA di desa adat dan non
desa adat kabupaten Buleleng Bali.
Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan rancangan
cross sectional yang dilakukan di RSUD Buleleng dan di desa adat dan non adat
Kabupaten Buleleng Bali dari Januari sampai dengan Pebruari 2019.
Pengambilan sampel menggunakan metode simple random sampling yang
melibatkan 130 orang pasien. Data diperoleh dengan menggunakan kuesioner
dan dianalisis dengan uji chi-squared, fisher dan regresi logistik.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rentang usia pasien SKA diantara
dua kelompok adalah 35-85 tahun, mayoritas berjenis kelamin laki-laki , tidak
bekerja dengan pendidikan SMA dan sebagian besar memiiki keluarga dengan
riwayat penyakit jantung. Selain itu didapatkan pula bahwa di kedua kelompok
pasien SKA dominan memiliki kebiasaan merokok, dislipidemia, tidak
hiperglikemia, hipertensi, tidak obesitas, beraktivitas ringan, stres sedang, tidak
minum alkohol dan menggunakan bahan bakar padat. Hasil analisis bivariat
menunjukkan bahwa pada desa adat faktor risiko kebiasaan merokok (p = 0,003
r = 5,962), dislipidemia (p = 0,002 r = 7,048), hiperglikemia (p = 0,549, r = 1,782),
hipertensi (p = 0,02, r =4,278), obesitas (p = 1,000, r = 0,95), aktivitas fisik (p =
0,455, r = 0,545), stres ( p =0,011, r = 13,438), konsumsi alkohol (p = 1,000, r =
1,167) dan penggunaan bahan bakar padat (p = 0,01,r = 6,833 ), sedangkan
pada non desa adat faktor risiko kebiasaan merokok (p = 0,008 r = 4,687),
dislipidemia (p = 0,004 r = 5,536), hiperglikemia (p = 0,536, r = 0,448),hipertensi (p = 0,01, r =5,28), obesitas (p = 1,000, r =1,471), aktivitas fisik (p =
0,565 r = 1,53), stres ( p =0,042, r = 3,482), konsumsi alkohol (p = 0,747, r =
1,533) dan penggunaan bahan bakar padat (p = 0,009,r = 4,688) tingkat
korelasi masing-masing faktor risiko antara lain: kebiasaan merokok (5,962).
Hasil regresi logistik menunjukkan faktor risiko yang paling dominan di desa adat
adalah penggunaan bahan bakar padat dengan tingkat korelasi 6,72 kali lebih
mungkin menyebabkan kekambuhan, sedangkan non desa adat hipertensi
menjadi faktor risiko yang paling dominan dengan tingkat korelasi 6,131 kali lebih
mungkin menyebabkan kekambuhan.
Kebiasaan merokok, dislipidemia, hipertensi, stres dan penggunaan
bahan bakar padat berhubungan dengan tingkat kekambuhan pasien SKA baik di
desa adat maupun non desa adat. Hubungannya dibedakan oleh tingkat korelasi
dimana hampir sebagian besar faktor risiko yang ada di desa adat lebih banyak
dan lebih mungkin mengalami kekambuhan. Hal ini disebabkan oleh perilaku
masyarakat di desa adat lebih cenderung terkait dengan faktor risiko. Adat
istiadat dan kebiasaan yang berlaku, seperti konsumsi makanan tinggi kolesterol,
merokok, konsumsi alkohol, dan penggunaan bahan bakar padat menjadi
kegiatan yang tidak terpisah dalam rangkaian upacara adat. Pernyataan ini
didukung oleh hasil penelitian lain yang sejalan dengan penelitian saat ini.
Namun, ada faktor risiko yang tidak berhubungan, diantaranya hiperglikemi,
obesitas, aktivitas fisik dan konsumsi alkohol baik di desa adat maupun non desa
adat. Hal ini disebabkan oleh mayoritas responden di kedua kelompok tidak
mengalami hiperglikemia, tidak obesitas, melakukan ativitas ringan dan tidak
mengkonsumsi alkohol.
Kebiasaan merokok, dislipidemia, hipertensi, stres dan penggunaan
bahan bakar padat berhubungan dengan tingkat kekambuhan SKA baik di desa
adat dan non desa adat. Sedangkan hiperglikemia, obesitas, aktivitas, dan
alkohol tidak berhubungan dengan tingkat kekambuhan pasien SKA di desa adat
dan non desa adat. Penggunaan bahan bakar padat menjadi faktor risiko paling
dominan di desa adat, sedangkan hipertensi menjadi faktor risiko paling dominan
di non desa adat. Tidak ada perbedaan jenis faktor risiko pada kedua kelompok,
namun berdasarkan nilai OR, faktor risiko pada desa adat lebih besar
kemungkinannya menyebabkan kekambuhan pada pasien SKA.
Peningkatan kualitas hidup diperlukan bagi pasien SKA terkait dengan
kebiasaan gaya hidup yang ada di desa adat dan non desa adat. Selain itu
diperlukan program rehabilitasi dari pemerintah dan rumah sakit sebagai program
pencegahan sekunder bagi pasien SKA
Pengaruh Kombinasi Metode Akupresur Dan Relaksasi Afirmasi Terhadap Produksi Asi Dan Efikasi Diri Menyusui Pada Ibu Postpartum Primipara (Studi Di Beberapa Bpm Wilayah Kota Malang)
Pemberian Air Susu Ibu (ASI) merupakan standar pemberian makanan dan
pemenuhan nutrisi pada bayi serta mempunyai manfaat yang penting bagi ibu dan anak.
Target cakupan ASI eksklusif selama 6 bulan di Indonesia adalah 80%. Namun target
tersebut belum tercapai dimana cakupan pemberian ASI eksklusif di Indonesia pada
tahun 2015 baru mencapai 55,7%. Pemberian ASI ekslusif di Kota Malang juga masih
rendah walaupun terjadi peningkatan pada tahun 2014. Pemberian ASI ekslusif pada
tahun 2013 mencapai 70,51% dan tahun 2014 mencapai 74,57% .
Produksi ASI yang sedikit pada hari-hari pertama melahirkan menjadi kendala
dalam pemberian ASI. Di Indonesia, terdapat beberapa metode pijat untuk meningkatkan
produksi ASI seperti pijat payudara, pijat oksitosin dan pijat endorfin. Namun, metode
tersebut memerlukan bantuan orang lain dalam pelaksanaanya karena titik-titik pijatnya
berada di punggung atau di bagian posterior tubuh. Titik-titik acupoint dalam akupresur
untuk meningkatkan produksi ASI berada di bagian anterior dan lateral tubuh sehinga
lebih mudah dijangkau dan dapat dilakukan kapanpun secara mandiri oleh ibu menyusui.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kombinasi metode akupresur dan
relaksasi afirmasi terhadap produksi ASI dan Efikasi Diri Menyusui pada ibu postpartum
primipara.
Penelitian ini menggunakan desain true experimental dengan pendekatan pre-
test dan post-test. Pengukuran pre-test dan post-test dilakukan oleh 1 orang enumerator
dengan latar belakang perawat. Teknik sampling menggunakan teknik consecutive
sampling. Sebanyak 24 ibu postpartum primipara dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu
kelompok intervensi (kelompok yang diberikan terapi kombinasi akupresur dan relaksasi
afirmasi) dan kelompok kontrol. Penelitian ini dilakukan di 4 Bidan Praktik Mandiri (BPM)
wilayah Kota Malang, yaitu BPM Soemidyah Ipung, BPM Yeni Sustrawati, BPM Siti
Nurcahyaningsih, dan BPM Sri Sulami. Produksi ASI diukur melalui metode weighing test
menggunakan timbangan bayi digital. Efikasi Diri Menyusui diukur melalui Breastfeeding
Self Efficacy-Short Form yang telah dialihbahasakan ke dalam bahasa Indonesia.
Penelitian dilaksanakan pada Januari - Februari 2018. Data dianalisis dengan uji t
berpasangan dan uji t tidak berpasangan. Bila data tidak terdistribusi normal maka
dilakukan uji Wilcoxon dan uji Mann-Whitney.
Hasil penelitian menujukkan bahwa pada kelompok intervensi terjadi peningkatan
yang bermakna pada produksi ASI (p = 0,002) dan Efikasi Diri Menyusui (p = 0,008).
Pada kelompok kontrol juga terjadi peningkatan produksi ASI (p = 0,006) dan terjadi
peningkatan Efikasi Diri Menyusui namun tidak signifikan secara statistik (p = 0,586).
Terdapat perbedaan peningkatan produksi ASI (p = 0,035) dan peningkatan Efikasi Diri
Menyusui (p = 0,032) antara kelompok kontrol dan kelompok intervensi setelah diberikan
perlakuan kombinasi akupresur dan relaksasi afirmasi.
Akupresur dapat merangsang pelepasan oksitosin dan prolaktin. Hormon
oksitosin dibutuhkan untuk keberhasilan menyusui pada reflek let down, dan hormon
prolaktin dibutuhkan untuk mensintesis air susu sehingga bayi bisa mendapatkan ASI
yang lebih banyak. Akupresur juga dapat meringankan gejala stres/depresi melalui efek
sentral, seperti pelepasan noradrenalin dan serotonin, peningkatan pelepasan beta-
endorfin dan adrenokortikotropik. Relaksasi afirmasi dapat menciptakan konsdisi rileks
sehingga dapat mendukung kerja hormon prolaktin dan oksitosin. Prosedur akupresur
dengan relaksasi afirmasi yang diterapkan dalam penelitian ini juga dapat membantu
menciptakan suasana hati yang tenang pada ibu menyusui sehingga dapat melancarkan
produksi ASI.
Meningkatkan status fisik dan menurunkan tingkat stress ibu menyusui
merupakan strategi untuk meningkatkan efikasi diri menyusui. Ibu yang merasakan nyeri,
ix
kelelahan, kecemasan atau stres dapat menurunkan efikasi diri menyusui. Pemberian
akupresur dapat menurunkan gejala stres melalui pelepasan peptida spesifik dan
mengurangi aktivitas sistem sympathoadrenal. Relaksasi afirmasi juga dapat
menciptakan kondisi relaksasi fisik dan emosi. Ibu dengan kondisi relaksasi (tidak
merasakan nyeri, cemas, dan stress) akan meningkatkan efikasi diri menyusui. Selain itu,
keyakinan dan pikiran positif yang dibentuk melalui relaksasi afirmasi dapat memperkuat
rasa percaya diri seseorang. Rasa percaya diri seseorang yang kuat akan menciptakan
integritas diri sehingga dapat membentuk efikasi diri yang baik.
Penelitian ini membuktikan bahwa kombinasi metode akupresur dan relaksasi
afirmasi dapat meningkatkan produksi ASI dan Efikasi Diri Menyusui pada ibu postpartum
primipara. Akupresur dan relaksasi afirmasi merupakan metode alternatif non
farmakologis yang mudah dilakukan dalam perawatan ibu postpartum. Tenaga kesehatan
dapat memasukkan metode ini dalam perawatan ibu postpartum dan perlu mengajarkan
teknik ini kepada ibu agar ibu dapat melakukannya secara mandiri di ruma
Diagnostic work-up and loss of tuberculosis suspects in Jogjakarta, Indonesia
<p>Abstract</p> <p>Background</p> <p>Early and accurate diagnosis of pulmonary tuberculosis (TB) is critical for successful TB control. To assist in the diagnosis of smear-negative pulmonary TB, the World Health Organisation (WHO) recommends the use of a diagnostic algorithm. Our study evaluated the implementation of the national tuberculosis programme's diagnostic algorithm in routine health care settings in Jogjakarta, Indonesia. The diagnostic algorithm is based on the WHO TB diagnostic algorithm, which had already been implemented in the health facilities.</p> <p>Methods</p> <p>We prospectively documented the diagnostic work-up of all new tuberculosis suspects until a diagnosis was reached. We used clinical audit forms to record each step chronologically. Data on the patient's gender, age, symptoms, examinations (types, dates, and results), and final diagnosis were collected.</p> <p>Results</p> <p>Information was recorded for 754 TB suspects; 43.5% of whom were lost during the diagnostic work-up in health centres, 0% in lung clinics. Among the TB suspects who completed diagnostic work-ups, 51.1% and 100.0% were diagnosed without following the national TB diagnostic algorithm in health centres and lung clinics, respectively. However, the work-up in the health centres and lung clinics generally conformed to international standards for tuberculosis care (ISTC). Diagnostic delays were significantly longer in health centres compared to lung clinics.</p> <p>Conclusions</p> <p>The high rate of patients lost in health centres needs to be addressed through the implementation of TB suspect tracing and better programme supervision. The national TB algorithm needs to be revised and differentiated according to the level of care.</p
- …
