358 research outputs found

    Prioritas Pengembangan Objek Wisata Bono berbasis Partisipasi Masyarakat dengan Pendekatan Analisis SOAR

    Get PDF
    Pengembangan potensi pariwisata yang dilakukan oleh pemerintah memerlukan dukungan masyarakat dalam mempromosikan dan terlibat secara aktif. Potensi besar pariwisata yang ada di Kabupaten Pelalawan terdapat di Kecamatan Teluk Meranti yaitu Ombak Bono yang berlokasi di Sungai Kampar. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karaktersitik objek wisata Bono, karakteristik partisipasi masyarakat dalam pengembangan objek wisata Bono serta rumusan prioritas pengembangan objek wisata Bono berbasis partisipasi masyarakat dengan pendekatan analisis SOAR. Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif pada sasaran 1 dan 2 serta analisis SOAR pada sasaran 3. Hasil dari penelitian ini menunjukkan karakteristik objek wisata Bono terdiri dari daya tarik wisata alami berupa Ombak Bono, fasilitas tempat penginapan berupa hotel dan homestay serta tempat peristirahatan berupa warung, sudah tersedia listrik dan jaringan telekomunikasi. Namun, disisi lain belum terdapat daya tarik wisata buatan, instalasi air bersih, tempat parkir, toilet umum dan sistem persampahan, kondisi jalan menuju objek wisata Bono sebagian masih berupa semenisasi. Karakteristik partisipasi masyarakat dalam pengembangan objek wisata Bono diidentifikasi bahwa masyarakat bersedia terlibat sebagai tenaga kerja, mempromosikan objek wisata Bono di media sosial dan melakukan gotong royong. Masyarakat tidak memberikan sumbangan dalam bentuk uang namun dengan cara menghibahkan tanah untuk pembangunan turap, membangun mushalla, menyediakan homestay, dan motor sebagai jasa ojek untuk mengantarkan wisatawan menuju lokasi objek wisata. Namun, disisi lain masyarakat kurang memberikan sumbangsih pendapat dan ide kepada pengelola wisata karena  kurangnya forum pertemuan langsung maupun tidak langsung dalam membahas pengembangan objek wisata dan masyarakat belum berpartisipasi dalam keterampilan untuk pengembangan objek wisata Bono. Hasil dari prioritas pengembangan objek wisata Bono berbasis partisipasi masyarakat dengan menggunakan pendekatan analisis SOAR di dapatkan 8 prioritas yang dirumuskan diantaranya : (1) Menetapkan tarif layanan retribusi masuk wisata yang jelas untuk pendapatan wisata, (2) Mengadakan pelatihan manajemen dalam pengelolaan homestay untuk meningkatkan hospitality service, (3) Memperbaiki pembangunan akses jalan dan menyediakan papan penunjuk arah, (4) Mengadakan pelatihan terkait pariwisata untuk meningkatkan skill pelayanan wisata dan  kepedulian masyarakat di bidang kepariwisataan, (5) Mengadakan pelatihan tentang penggunaan social media sebagai sarana promosi objek wisata, (6) Menciptakan daya tarik wisata baru, (7) Membangun warung, menyediakan layanan internet wifi, membuat instalasi air bersih, menyediakan tempat parkir dan membangun toilet, (8) Menambah jumlah tempat sampah dan menyediakan Tempat Pembuangan Akhir (TPA)

    Heterogenitas pada Struktur Genotipe Hepatitis C Virus

    Get PDF
    AbstrakHepatitis C merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus hepatitis C (HCV), famili Flaviviridae, genom Ribo Nuclead Acid (RNA), berutas tunggal, polaritas positif. Hidup dan bereplikasi di dalam sel hapatosit. Stuktur genom HCV terdiri atas satu ORF (open reading frame) yang memberi kode pada polipeptida komponen struktural, terdiri atas nukleokapsid (inti C), protein selubung atau envelope (E1 dan E2), serta bagian non struktural dibagi menjadi NS2, NS3, NS4a, NS4b, NS5a, dan NS5b. Bagian genom HCV yang paling stabil adalah nukleokapsid atau protein inti (core), dan dipakai untuk deteksi antibodi dalam serum pasien.  Protein envelope E2 merupakan bagian HCV yang sangat heterogen, dan yang paling tinggi variabilitasnya sehingga disebut hypervariabel region 1 (HVR 1).  Berdasarkan struktur genom HCV yang heterogen tersebut penggolongn HVC berdasarkan genotip, subtipe dan kuasispesies. Penelitian sekuens genom HCV membuktikan bahwa keragaman kuasipsesies pada HCV memunyai korelasi yang kuat dengan kemampuan progresivitas dan kronisitas virus terhadap hospes. Selama proses replikasi virus, menutup fungsi normal hepatosit atau membuat lebih banyak lagi hepatosit yang terinfeksi. Tingkat penularan yang tinggi terjadi pada  pasien dengan riwayat sebagai pengguna narkoba jarum suntik (53%), dan janin akan tertular dari ibu pengidap HCV (25%).Kata Kunci: HCV, Flaviridae, Hepatosit, Quasispesies, Hypervariabel Region 1. Abstract               Hepatitis C is a disease caused by the hepatitis C virus (HCV), family Flaviviridae, genome Ribo Nuclead Acid (RNA), single-strand, positive polarity. Live and replicate inside hepatocyte cells. Structure of the genome of HCV consists of ORF (open reading frame) that encodes the polypeptide structural components, consisting of nucleocapsid (core C), protein sheath or envelope (E1 and E2), as well as parts of non structurally divided into NS2, NS3, NS4a, NS4b, NS5a and NS5B. HCV genome is part of the most stable nucleocapsid or core protein and used for the detection of antibodies in the serum of patients. E2 envelope protein of HCV is part of a very heterogeneous, and the most high variability so-called hypervariabel region 1 (HVR 1). Based on the structure of the heterogeneous HCV genome. HVC classified by genotype, subtype and quasispecies. Research proved that the HCV genome sequences in the HCV quasipsecies diversity has a strong correlation with the progression and chronicity  of the virus to the host. During the process of viral replication closes normal hepatocyte function or make more of an infected hepatocytes. The transmission rate is higher in patients with  history of injecting drug users (53%) and fetus can be infected  from mothers with HCV (25%). Keywords: HCV, Flaviviridae, Hepatocytes, Quasispecies, Hypervariable Region 1

    Pendekatan Fenotipe dan Genotipe Sorbitol Fermentasi Shiga Toxin Strain Escherichia coli O157:H- untuk Diagnosis Mikrobiologi Hemorrhagic Colitis dan Hemolytic Uremic Syndrome

    Get PDF
    AbstrakStrain patogen Escherichia coli (E. coli) dapat menyebabkan gejala diare ringan sampai berat, infeksi saluran kemih, sepsis,  atau meningitis pada manusia. Patogenesis infeksi E. coli ditentukan berdasarkan pada kemampuan virulensi, interaksi bakteri pada mukosa usus,  perbedaan serotipe antigen O dan H serta kondisi imun hospes. Shiga toxin (stx) yang dihasilkan oleh Escherichia  coli O157:H7  sudah terbukti sebagai penyebab utama hemorrhagic colitis dan hemolytic uremic syndrome (HUS).  Sorbitol Fermentasi Shiga Toxin Escherichia  coli (SF STEC) O157:H- pertama kali ditemukan pada tahun 1988 sebagai penyebab HUS di Bavaria,  Jerman.  Bakteri berhasil diisolasi dari feses pasien anak yang mengalami  kefatalan  akibat bakteri ini.  Meningkatnya  infeksi SF STEC O157:H-, etiologi HUS dan diare secara  epidemiologis, kurang dipahami karena  keterbatasan data dan  perbedaan-perbedaan  aspek epidemiologis infeksi  yang disebabkan   SF STEC O157:H7-. Gabungan media seleksi untuk isolasi strain SF STEC O157:H-,  pengembangan immunomagnetic separation (IMS) dapat menghasilkan sensitivitas dan spesifisitas prosedur diagnosis untuk meningkatkan ditemukannya isolat patogen dari spesimen klinik dan spesimen lingkungan secara optimal. Kata kunci: Sorbitol Fermentasi,  Shiga Toxin Escherichia  coli, O157:H-, Sorbitol Mac Conkey, diare, hemorrhagic colitis, hemolytic uremic syndrome. AbstractPathogenic strains of Escherichia coli (E. coli) can cause mild to severe diarrhea, urinary tract infections, sepsis or meningitis in human. The pathogenesis of E. coli infection is determined based on the ability of the virulence, interaction of bacteria in the intestinal mucosa, the difference serotypes O and H antigens and host immune conditions. Shiga toxin (stx) produced Escherichia coli O157: H7 has been proven to be the main cause hemorrhagic colitis and hemolytic uremic syndrome (HUS). Sorbitol fermentation Escherichia coli Shiga toxin (SF STEC) O157: H-, first discovered in 1988 as the cause of HUS in Bavaria Germany, bacteria were isolated from the feces of patients who experienced child fatalities due to these bacteria. Increased infection SF STEC O 157: H-, in the etiology of HUS and diarrhea in epidemiology, poorly understood because of data limitations and differences in the epidemiology of infections caused aspects of SF STEC O157: H7-. Combined selection media for the isolation of SF STEC strain O157: H-, immunomagnetic separation (IMS) development can generate sensitivity and specificity of diagnostic procedures to improve the discovery of pathogenic isolates from clinical specimens and environmental specimens optimally. Key words: Sorbitol Fermentasi,  Shiga Toxin Escherichia  coli, O157:H-, Sorbitol Mac Conkey, diare, hemorrhagic colitis, hemolytic uremic syndrome.Â

    Risk adjusted mortality after hip replacement surgery. A retrospective study

    Get PDF
    Introduction: Hip replacement (HR) operations are increasing. Short term mortality is an indicator of quality; few studies include risk adjustment models to predict HR outcomes. We evaluated in-hospital and 30-day mortality in hospitalized patients for HR and compared the performance of two risk adjustment algorithms. Materials and methods: A retrospective cohort study on hospital discharge records of patients undergoing HR from 2000 to 2005 in Tuscany Region, Italy, applied All-Patient Refined Diagnosis Related Groups (APR-DRG) and Elixhauser Index (EI) risk adjustment models to predict outcomes. Logistic regression was used to analyse the performance of the two models; C statistic (C) was used to define their discriminating ability. Results: 25,850 hospital discharge records were studied. In-hospital and 30-day crude mortality were 1.3% and 3%, respectively. Female gender was a significant (p<0.001) protective factor under both models and had the following Odds Ratios (OR):  0.64 for in-hospital and 0.51 for 30-day mortality using APR-DRG and 0.55 and 0.48, respectively, with EI. Among EI comorbidities, heart failure and liver disease were associated with in-hospital (OR 9.29 and 5.60; p<0.001) and 30-day (OR 6.36 and 3.26; p<0.001) mortality. Increasing age and APR-DRG risk class were predictive of all the outcomes. Discriminating ability for in-hospital and 30-day mortality was reasonable with EI (C 0.79 and 0.68) and good with APR-DRG (C 0.86 and 0.82). Conclusions: Our study found that gender, age, EI comorbidities and APR-DRG risk of death are predictive factors of in-hospital and 30-day mortality outcomes in patients undergoing HR. At least one risk adjustment algorithm should always be implemented in patient management

    Peran dan Efektivitas Micronized Purified Flavonoid Fraction dalam Terapi Pengobatan Hemoroid Kelas I dan II

    Get PDF
    Hemoroid adalah suatu penyakit tidak menular yang terjadi di daerah anorektal. Hemoroid disebabkan oleh suatu aktivitas yang memicu pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena di plexus haemorrhoidalis yang terdapat di sekitar anus dan rektum.  Hemoroid diklasifikasikan dalam 4 tingkatan yaitu hemoroid kelas I, II, III, dan IV. Micronized Purified Flavonoid Fraction (MPFF) adalah suatu obat plebotonik yang kerap digunakan dalam pengobatan konservatif hemoroid kelas I dan II. Tinjauan Pustaka ini bertujuan untuk memahami peran MPFF dalam terapi pengobatan hemoroid kelas I dan II serta mengevaluasi efektivitasnya dalam menangani hemoroid secara menyeluruh. Tinjauan pustaka ini ditulis dengan metode menganalisis dan meninjau secara sistematis hasil kajian dari beberapa penelitian terhadap penggunaan MPFF dalam pengobatan hemoroid. Hasil penelitian yang melibatkan 1.952 pasien hemoroid secara acak menemukan bahwa MPFF efektif dalam meredakan gejala pada 1.489 (76,3%) pasien yang menderita hemoroid. Selain itu, ditemukan juga 68 (3,5%) pasien yang mengikuti pengobatan invasif (pembedahan) untuk menangani hemoroid kelas IV dan sebanyak 395 (20,2%) pasien dengan hemoroid kelas I – III  menjalani pengobatan konservatif campuran. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa MPFF termasuk pengobatan konservatif yang cukup efektif untuk mengatasi hemoroid kelas I dan II, tetapi kurang berdampak untuk mengatasi tingkatan hemoroid yang lebih tinggi.Hemoroid adalah suatu penyakit tidak menular yang terjadi di daerah anorektal. Hemoroid disebabkan oleh suatu aktivitas yang memicu pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena di plexus haemorrhoidalis yang terdapat di sekitar anus dan rektum.  Hemoroid diklasifikasikan dalam 4 tingkatan yaitu hemoroid kelas I, II, III, dan IV. Micronized Purified Flavonoid Fraction (MPFF) adalah suatu obat plebotonik yang kerap digunakan dalam pengobatan konservatif hemoroid kelas I dan II. Tinjauan Pustaka ini bertujuan untuk memahami peran MPFF dalam terapi pengobatan hemoroid kelas I dan II serta mengevaluasi efektivitasnya dalam menangani hemoroid secara menyeluruh. Tinjauan pustaka ini ditulis dengan metode menganalisis dan meninjau secara sistematis hasil kajian dari beberapa penelitian terhadap penggunaan MPFF dalam pengobatan hemoroid. Hasil penelitian yang melibatkan 1.952 pasien hemoroid secara acak menemukan bahwa MPFF efektif dalam meredakan gejala pada 1.489 (76,3%) pasien yang menderita hemoroid. Selain itu, ditemukan juga 68 (3,5%) pasien yang mengikuti pengobatan invasif (pembedahan) untuk menangani hemoroid kelas IV dan sebanyak 395 (20,2%) pasien dengan hemoroid kelas I – III  menjalani pengobatan konservatif campuran. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa MPFF termasuk pengobatan konservatif yang cukup efektif untuk mengatasi hemoroid kelas I dan II, tetapi kurang berdampak untuk mengatasi tingkatan hemoroid yang lebih tinggi

    Aktivitas Zona Hambat Ekstrak Daun Kemangi (Ocimum americanum) terhadap Candida albicans

    Get PDF
    Pengobatan penyakit yang disebabkan jamur Candida albicans umumnya menggunakan antijamur sintetik. Dampak penggunaan antijamur terus menerus, dapat mengakibatkan resistensi. Daun kemangi mempuyai senyawa yang dapat menghambat pertumbuhan jamur. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adakah zona hambat pada ekstrak daun kemangi (Ocimum americanum) terhadap pertumbuhan Candida albicans dan untuk mengetahui berapa kadar ekstrak daun kemangi yang menghasilkan zona hambat pertumbuhan Candida albicans. Penelitian ini menggunakan metode difusi agar, dengan cara maserasi daun kemangi menggunakan etanol 96% yang direndam 2 hari, setelah didapatkan ekstrak lalu ekstrak dipipet ke dalam cawan petri yang sudah diisi Sabouraud Dextrose Agar dengan biakan Candida albicans. kontrol (+) menggunakan ketokonazol 0,02 gram dan kontrol (-) tween 80 sebagai pebanding zona daya hambat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi ekstrak 5μL menghasilkan zona hambat 9,56 mm, sedangkan konsentrasi ekstrak 60 μL sampai 80 μL menghasilkan zona 29,65 mm sampai dengan 32,46 mm, lebih luas dari zona hambat yang dihasilkan ketokonazol (kontrol +), yaitu 28,71 mm. Kesimpulan penelitian ini membuktikan bahwa ekstrak daun kemangi memiliki aktivitas anti jamur terhadap Candida albicans, konsentrasi ekstrak daun kemangi pada volume 60 μL sampai 80 μL menunjukkan zona hambat lebih luas dari ketokonazol kontrol positif. Kata kunci : Ekstrak daun kemangi, anti jamur, metode dufusi agar, Candida albican

    Penilaian Kualitas Air Minum Produk Smart Water Station Berdasarkan Parameter Mikrobiologi Menggunakan Metode Most Probable Number di Fakultas Kedokteran UKRIDA

    Get PDF
    Kebutuhan air yang paling utama dalam kehidupan manusia tidak terlepas dari air bersih terutama sebagai air minum. Namun, tidak semua air yang ada di bumi dapat dikonsumsi oleh manusia karena air juga merupakan media yang baik untuk kehidupan bakteri. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No. 492/MENKES/PER/IV/2010 tentang persyaratan kualitas air minum untuk seluruh penyelenggara bahwa air minum tidak boleh mengandung bakteri patogen yang dapat menyebabkan penyakit, terutama penyakit saluran pencernaan yaitu bakteri Coliform dan Escherichia coli. Kadar maksimum kandungan bakteri Coliform dan Escherichia coli dalam air minum adalah 0 per 100 ml sampel. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kualitas air minum produk Smart Water Station yang ada di Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana (UKRIDA). Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Kampus II UKRIDA pada sampel yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Jenis penelitian ini adalah eksperimental deskriptif yang  diperoleh melalui observasi laboratorium berdasarkan parameter fisik dan mikrobiologi dengan menggunakan Most Probable Number (MPN) dan Total Plate Count (TPC). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada satupun sampel melebihi batas maksimum yang  dipersyaratkan dalam air minum, serta berdasarkan parameter fisik baik rasa, bau, maupun suhu berada dalam batas normal.  Kebutuhan air yang paling utama dalam kehidupan manusia tidak terlepas dari air bersih terutama sebagai air minum. Namun, tidak semua air yang ada di bumi dapat dikonsumsi oleh manusia karena air juga merupakan media yang baik untuk kehidupan bakteri. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No. 492/MENKES/PER/IV/2010 tentang persyaratan kualitas air minum untuk seluruh penyelenggara bahwa air minum tidak boleh mengandung bakteri patogen yang dapat menyebabkan penyakit, terutama penyakit saluran pencernaan yaitu bakteri Coliform dan Escherichia coli. Kadar maksimum kandungan bakteri Coliform dan Escherichia coli dalam air minum adalah 0 per 100 ml sampel. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kualitas air minum produk Smart Water Station yang ada di Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana (UKRIDA). Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Kampus II UKRIDA pada sampel yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Jenis penelitian ini adalah eksperimental deskriptif yang  diperoleh melalui observasi laboratorium berdasarkan parameter fisik dan mikrobiologi dengan menggunakan Most Probable Number (MPN) dan Total Plate Count (TPC). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada satupun sampel melebihi batas maksimum yang  dipersyaratkan dalam air minum, serta berdasarkan parameter fisik baik rasa, bau, maupun suhu berada dalam batas normal
    corecore