Inmate Collective Action.

Mass inmate disturbances have been the subject of volumes of studies and investigations. Still explanations of these events are fragmented and narrow in perspective. This dissertation develops an integrated framework based on structural dimensions of prisons to account for disturbances where inmates undertake collective action against prison authority. Sociological theories of social conflict and collective action and particularly the resource mobilization perspective provide the underpinnings of the theory developed and tested. Our effort was to identify structural attributes of prison organization, i.e., their control orientation, stability, and adaptability, and forms of inmate social organization, i.e., the differentiated, the monolithic, and the atomistic, which we hypothesized would be associated with different probabilities of inmate collective action occurring and different levels of collective action intensity. Data for this study was collected from a representative sample of 45 U.S. male adult prison through mailed survey questionnaires. Analytic methods used were correlation, regression, and factor analysis. The results of the study indicate that custodial, unstable, and nonadaptive prison structures experienced more collective action than did prisons with ameliorative, stable, and restrictively adaptive structures. We also found that differentiated inmate populations, those with many inmate subgroups and organizations, were more likely to experience collective action, and collective actions with greater intensity than other forms of inmate social organization. In addition, the collective action prone prison structures and forms of inmate social organization tended to occur together in a nonramdom fashion suggesting that to some extent the structural characteristics of each take predictable forms as a consequence of their interaction over control within the organization. The theoretical argument made is that inmate collective action may be understood as the structural consequences of means and opportunities between prison authority and inmate populations. We argue that such a perspective provides a more wholistic and integrated framework in accounting for inmate collective action.Ph.D.CriminologyUniversity of Michiganhttp://deepblue.lib.umich.edu/bitstream/2027.42/159262/1/8304577.pd

Penegakan hukum terhadap praktik pemasangan behel yang tidak dilaksanakan oleh tukang gigi dan tenaga kesehatan yang tidak kompeten

Skripsi yang berjudul “PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PRAKTIK PEMASANGAN BEHEL YANG TIDAK DILAKSANAKAN OLEH TUKANG GIGI DAN TENAGA KESEHATAN YANG TIDAK KOMPETEN” secara umum bertujuan untuk mengetahui penegakan hukum terhadap praktik pemasangan behel yang dilaksanakan oleh tukang gigi yang tidak kompeten dan untuk mengetahui pemidanaan terhadap perkara pemasangan behel yang tidak dilaksanakan oleh tenaga kesehatan yang tidak kompeten. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normative. Dalam hal teknik pengumpulan data, penulis menggunakan data sekunder. Setelah data diperoleh, maka disusun secara sistematis dan selanjutnya dianalisa secara kualitatif, sehingga diperoleh kejelasan mengenai permasalahan yang dibahas dan selanjutnya disusun sebagai skripsi yang bersifat ilmiah. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa pertama, penegakan hukum terhadap praktik pemasangan behel yang tidak dilaksanakan oleh tukang gigi yang tidak kompeten dilakukan melalui mekanisme sistem peradilan pidana seperti pada umumnya yaitu melalui tahapan penyidikan oleh kepolisian, penuntutan oleh jaksa, pemeriksaan sidang dan menjatuhkan vonis oleh Hakim. Berdasarkan contoh kasus penegakan hukum yang dilakukan oleh tukang gigi dan tenaga kesehatan dituntut dan divonis berdasarkan ketentuan Pasal 73 ayat (2) dan 73 ayat (1) Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang praktik kedokteran. Kedua, pemidanaan terhadap perkara pemasangan behel yang tidak dilaksanakan oleh tenaga kesehatan yang tidak kompeten terhadap kasus pertama berdasarkan vonis Hakim terhadap pelaku tukang gigi dengan ketentuan Pasal 73 ayat (2) Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang praktik kedokteran diberikan vonis 3 bulan dan terhadap kasus kedua berdasarkan vonis Hakim terhadap pelaku tenaga kesehatan dengan ketentuan Pasal 73 ayat (1) Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang praktik kedokteran diberikan vonis 3 tahun

Two Experiments on the Effects of Social Status on Responsibility Judgement

http://deepblue.lib.umich.edu/bitstream/2027.42/50991/1/217.pd

Cognitive justice as a way to transform post-colonial universities : the research-action project SOHA

Presentation given at the ARNA conference in Cartagena, Colombia, June 2017. More info : http://www.arna2017.unal.edu.co/</p