4,819 research outputs found
Pengelolaan Laboratorium Fisika Sma Rsbi (Studi Situs di SMA Negeri 1 Boyolali)
Tujuan penelitian ini adalah (1) Untuk mendeskripsikan karakteristik tata ruang laboratorium fisika di SMA Negeri 1 Kabupaten Boyolali. (2) Untuk mendeskripsikan karakteristik pengadaan alat dan bahan laboratorium fisika di SMA Negeri 1 Kabupaten Boyolali. (3) Untuk mendeskripsikan karakteristik pelaporan kegiatan laboratorium fisika di SMA Negeri 1 Kabupaten Boyolali.
Lokasi penelitian ini di SMA Negeri 1 Kabupaten Boyolali. Jenis penelitian adalah penelitian kualitatif deskriptif. Untuk memperoleh data dalam penelitian digunakan pengamatan, wawancara mendalam, dan dokumentasi. Model analisis data dalam penelitian ini menggunakan model analisis data tertata dalam situs untuk deskripsi.
Hasil penelitian ini adalah (1) Tata letak ruang laboratorium fisikaterletak bersebelahan dengan laboratorium Kimia seluas 48m 2
. Tata letak laboratorium
fisika SMA Negeri 1 Boyolali, telah dikelola dengan baik dan sehigga mampu memberikan dan memupuk keberanian untuk mencari hakikat kebenaran ilmiah dari sesuatu obyek dalam lingkungan alam dan lingkungan sosial, menambah keterampilan dalam menggunakan alat dan media yang tersedia untuk mencari dan menemukan kebenaran, dapat memupuk rasa ingin tahu siswa sebagai modal sikap ilmiah seorang calon ilmuwan, mampu memupuk dan membina rasa percaya diri sebagai akibat keterampilan yang diperoleh, penemuan yang didapat dalam proses kegiatan kerja laborat. (2) Pengadaan alat dan bahan untuk keperluan pembelajaran fisika di SMA Negeri 1 Boyolali, direncanakan oleh guru fisika, dibuatsetiap akhir tahun, digunakan sebagai bahan penyusunan rencana anggaran pendapatan dan belanja sekolah (RAPBS). Perencanaan pengadaan alat merupakan usulan kebutuhan alat dan bahan secara terperinci, selain usulan
pengadaan alat dan bahan dalam usulan pengadaan bahan direncanakan kebutuhan perawatan dan perbaikan alat. (3) Pelaporan kegiatan laboratorium fisika merupakan bagian dari evaluasi penggunaan sarana dan prasarana yang dilakukan
oleh kepala sekolah berdasarkan laporan tahunan, laporan semester dan laporan triwulan dan laporan bulanan keadaan sarana dan prasarana praktek fisika dan penggunaan bahan praktek yang dibuat oleh guru
Les savoirs d’expérience : épistémologie de leurs tout premiers moments
La notion de représentation, et surtout celle du changement de représentation, sont centrales aux savoirs d’expérience. Diverses étapes relatives à ce changement ont été identifiées, mais l’épistémologie de « leurs tout premiers moments » semble particulièrement important. Dans cet article, nous proposons l’étude d’un antécédent possible au changement de représentation : l’expérience du il y a. Cette expérience rejoindrait en partie les phases de l’impulsion (Dewey), du dégel (Lewin), d’accommodation (Piaget) et de l’appréhension (Kolb) ; cependant, elle leur serait ontologiquement antérieure. Mais comment cet antécédent expérientiel se retrouverait-il effectivement dans les changements de représentation antérieurs à l’acquisition des savoirs d’expérience ?The concept of representation and that of representational change are central to the notion of experiential knowledge. Various stages of this change were identified, however the epistemology of “their initial moments” seems to be particularly important. In this article, the author proposes a study of one possible antecedent of representational change: the experience of “there is”. This notion is linked in part to impulsion phases (Dewey), to defrosting (Lewin), to accommodation (Piaget), and to apprehension (Kolb) : however, this notion is seen as ontologically antecedent. The question asked is: how can this experiential antecedent be found in representational change prior to the acquisition of experiential knowledge?La noción de representación, y sobre todo la del cambio de representación, son al centro de los saberes de experiencia. Se identificaron diversas etapas relacionadas con este cambio, pero la epistemología de “sus primeros momentos de todos” parece ser particularmente importante. En este artículo, proponemos el estudio de un posible antecedente al cambio de representación : la experiencia del hay. Esta experiencia se acercaría en parte a las fases de la impulsión (Dewey), del deshielo (Lewin), de acomodación (Piaget) y de aprehensión (Kolb) ; sin embargo, sería ontológicamente anterior a ellas. ¿Pero cómo este antecedente experiencial podría efectivamente encontrarse en los cambios de representación anteriores a la adquisición de los saberes de experiencia
Constructing Turkish “exceptionalism”: Discourses of liminality and hybridity in post-Cold War Turkish foreign policy
Cataloged from PDF version of article.This article examines the discursive practices that enable the construction of Turkish “exceptionalism.” It
argues that in an attempt to play the mediator/peacemaker role as an emerging power, the Turkish elite
construct an “exceptionalist” identity that portrays Turkey in a liminal state. This liminality and thus the
“exceptionalist” identity it creates, is rooted in the hybridization of Turkey’s geographical and historical
characteristics. The Turkish foreign policy elite make every effort to underscore Turkey’s geography as
a meeting place of different continents. Historically, there has also been an ongoing campaign to depict
Turkey’s past as “multicultural” and multi-civilizational. These constructions of identity however, run
counter to the Kemalist nation-building project, which is based on “purity” in contrast to “hybridity”
both in terms of historiography and practice
The Metamorphosis of Metaphors of Vision: "Bridging" Turkey's Location, Role and Identity after the end of the Cold War
Cataloged from PDF version of article.During the Cold War, "buffer" or "bastion" seemed a popular metaphor to describe Turkey. After the Cold War, "bridge," (and, to some extent, the "crossroad") metaphor started to dominate the Turkish foreign policy Di{dotless}scourse. This article traces the use of "bridge" metaphor in this Di{dotless}scourse in the post-Cold War period by the Turkish foreign policy elite. It develops two arguments. First, the word bridge is a "metaphor of vision" combining Turkey's perceived geographical exceptionalism with an identity and a role at the international level. As a "metaphor of vision," the employment of the word "bridge" highlighted Turkey's liminality and justified some of its foreign policy actions to Eurasia and then to the Middle East. Second, because the bridge metaphor was used in different context to justify different foreign policy choices, its meaning has changed, illustrating that metaphors are not static constructs. It concludes by Sayi{dotless}ng that the continuous use of "bridge" metaphor might reinforce Turkey's "liminality," placing Turkey in a less classifiable category than the regular "othering" practices. © Taylor & Francis Group, LLC
HUBUGAN ANTARA PARITAS DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA IBU HAMIL TRIMESTER I DI RB ANUGRAH DUKUH KUPANG SURABAYA
Pada wanita hamil, anemia akan menyebabkan komplikasi yang serius pada kehamilan dan persalinan. Perdarahan antepartum dan postpartum lebih sering di jumpai pada wanita yang anemia dan lebih sering berakibat fatal, sebab wanita yang anemis tidak dapat mentolerir kehilangan darah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan paritas dengan kejadian anemia pada ibu hamil trimester I.
Desain yang sama digunakan survey analitik dengan menggunakan rancangan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah ibu hamil yang datang ke RB Anugrah Dukuh Kupang Surabaya yaitu sebanyak 20 responden. Pengambilan sampel dengan cara Simple Random Sampling. Didapatkan jumlah sampel 19 responden.Varibel dependen paritas dan independent anemia pada ibu hamil. Instrumen yang digunakan adalah buku KIA dan Hb Sahli, di analisis Mann-Whitney dengan α (0,05).
Hasil penelitian, didapatkan bahwa dari 19 responden sebagian besar responden (63,2%) adalah ibu multipara, dan dari hampir seluruhnya responden (78,9%) dengan anemia. Dari uji statistik Mann-Whitney ρ (0,023) < α (0,05) sehingga Ho ditolak yaitu ada hubungan paritas dengan kejadian anemia pada ibu hamil trimester I.
Disimpulkan bahwa karena semakin sering hamil maka kejadian anemia akan semakin tinggi. Diharapkan RB Anugrah Dukuh Kupang Surabaya dapat menetapkan protap pemeriksaan Hb bagi ibu hamil yang berkunjung ke RB tersebut khususnya pada kunjungan pertama dan pada kehamilan delapan bulan untuk mengetahui angka kejadian anemia pada ibu hamil di RB tersebut
Peningkatan Efektifitas Dan Prestasi Belajar IPA Indikator Kebutuhan Makhluk Hidup Dengan Model Pembelajaran Kontekstual Pada Siswa Kelas III Sdn Ngletih Kabupaten Kediri
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman kebutuhan makhluk hidup pada mate pelajaran IPA melalui penerapan model pembelajaran kontekstual untuk siswa kelas III SDN Ngletih. Penelitian ini terdiri atas dua siklus, tiap siklus terdiri dari empat tahapan, yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik observasi, dokumentasi, dan tes. Analisis data menggunakan teknik deskriptif kompearatif dan teknik analisis kritis. Hasil dari penelitian ini adalah (1) adanya peningkatan nilai rata-rata siswa pada tes awal 51,81; pada tes siklus 1 menjadi 69,3; pada siklus 2 menjadi 84. (2) adanya peningkatan prosentase ketuntasan belajar siswa pada tes awal 37%, kemudian pada siklus 1 naik menjadi 74% dan siklus 2 mendapat prosentase 100%. Maka dapat disimpulkan bahwa penerapan model belajar kontekstual dapat meningkatkan pemahaman siswa
AJARAN SHALAT DWI BAHASA DITINJAU DARI ASPEK HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF (Studi Kasus di Pondok I'tikaf Jamaah Ngaji Lelaku Lawang)
Obyek studi dalam penelitian ini adalah mengenai Ajaran Shalat Dwi Bahasa Ditinjau dari Aspek Hukum Islam dan Hukum Positif (Studi kasus di Pondok I'tikaf Ngaji Lelaku lawang).\ud
Dalam praktiknya shalat adalah ritual yang terbilang mudah bagi umatnya untuk menjalankan ibadahnya, misalnya dalam hal waktu shalat bahwa sudah ditentukan waktu shalat dzuhur apabila matahari telah tergelincir berarti sudah masuk waktu dzuhur sampai diperkirakan dapat melaksanakannya, artinya kita boleh shalat selama waktu shalat dzuhur belum berakhir dan demikian juga dalam hal tempat, kita tidak di haruskan bahwa shalat itu harus selalu di Masjid, tapi kita boleh melaksanakan shalat diluar Masjid, yang terpenting tempat itu suci dari najis dan layak digunakan untuk ibadah shalat. Sedangkan disisi lain shalat adalah ibadah yang sudah ditentukan dalam Al-Qur'an dan Sunnah, artinya kita harus menjalankannya harus sesuai dengan ketentuan yang ada, misalnya dalam hal bacaan dan gerakan yang harus dijalankan sesuai dengan aturan seperti syarat dan rukun-rukunnya yang harus dipenuhi. Semuanya sudah tersusun dalam tata cara shalat yang baku sejak agama Islam dibawakan oleh Nabi Muhammad SAW. \ud
KH. Yusman Roy mencoba melaksanakan praktik shlalat dengan menyisipkan terjemahan bahasa Indonesia atau bahasa kaumnya. Praktik yang dilakukan KH. Yusman Roy ini dianggap menyimpang dari ajaran agama. Sekarang KH. Yusman Roy ditahan aparat kepolisian karena ajarannya ini telah membuat masyarakat menjadi resah.\ud
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah tinjauan hukum Islam tentang ajaran shalat dengan menggunakan dwi bahasa serta untuk mengetahui tinjauan hukum positif tentang ajaran shalat dengan menggunakan dwi bahasa.\ud
Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif-kualitatif, sehingga data yang diperoleh adalah data yang menggambarkan bagaimanakah injauan hukum Islam tentang ajaran shalat dengan menggunakan dwi bahasa serta menggambarkan bagaimanakah tinjauan hukum positif tentang ajaran shalat dengan menggunakan dwi bahasa.\ud
Melalui penelitian yang sudah dilakukan secara maksimal, membawa hasil bahwa praktek shalat dengan disertai bahasa Indonesia atau bahasa kaum, belum ada kesepakatan antara para ulama' atau masih diperselisihkan, sebagian ulama' setuju dengan apa yang diajarkan oleh KH. Yusman Roy, dan sebagian lagi tidak setuju. Bagi Ulama' yang setuju mereka mempunyai alasan bahwa Imam Hanafi membolehkan shalat dengan menggunakan bahasa kaum. Sedangkan bagi Ulama' yang tidak setuju akan hal ini mereka juga mempunyai alasan bahwa Imam syafi'i, Maliki, dan Hanbali tidak membolehkan shalat dengan menggunakan bahasa kaum. \ud
Dalam kasus KH. Yusman Roy ini bila ditinjau dari pandangan hukum Islam, kasus ini dapat dikategorikan kepada ta'zir atas kemaslahatan umum, karena perbuatan KH. Yusman Roy adalah melakukan perbuatan yang dilarang, dalam hal ini adalah ajaran yang disampaikan oleh KH. Yusman Roy telah membuat masyarakat resah. Hukuman atas tindak pidana (ta'zir) ini diserahkan kepada ulil amri atau hakim yang dipandang lebih sesuai untuk menentukan hukuman, yang sudah tentu hukuman itu itu harus memenuhi syarat yaitu mempunyai daya preventif dan punya daya hukuman yang mendidik\ud
KH. Yusman Roy terbukti melakukan tindak pidana yang terdapat dalam dakwaan subsidair yaitu pasal 157 ayat 1 (KUHP) yang unsur- unsurnya sebagai berikut : menyiarkan, mempertontonkan atau menempelkan surat atau gambar; yang isinya menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan; terhadap golongan penduduk Negara Indonesia.\ud
Tidak puas akan hasil itu, KH. Yusman Roy beserta pengacaranya menempuh upaya hukum yang lebih tinggi yaitu upaya banding. Hasil dari upaya banding tersebut ternyata sama dengan putusan sidang yang pertama. Kini KH. Yusman Roy menempuh tingkat upaya hukum yang lebih tinggi yaitu kasasi, hingga saat ini upaya kasasi tersebut masih dalam proses
- …
